Pertanggung jawaban pelaku usaha terhadap keterlambatan penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) di tinjau dari pasal 4 huruf (h) undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen di Pangkalpinang
Main Author: | Aris Sutiono, (NIM. 4011211010) |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ubb.ac.id/163/1/Hal%20depan.pdf http://repository.ubb.ac.id/163/2/Bab-1.pdf http://repository.ubb.ac.id/163/3/Bab-2.pdf http://repository.ubb.ac.id/163/4/Bab-3.pdf http://repository.ubb.ac.id/163/5/Bab-4.pdf http://repository.ubb.ac.id/163/6/Daftar%20Pustaka.pdf http://repository.ubb.ac.id/163/7/Lampiran.pdf http://repository.ubb.ac.id/163/ |
Daftar Isi:
- Pelaku usaha adalah orang atau perorangan yang memiliki usaha baik di bidang penjualan barang maupun jasa. Penjualan kendaraan bermotor dilakukan oleh badan usaha yang sering disebut dengan dealer dan terkait semua kebutuhan konsumen menjadi tanggungjawab pihak dealer baik itu barang maupun jasa sehingga ketika ada hak konsumen yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen tidak terpenuhi maka konsumen dapat meminta kompensasi atau ganti rugi. Tujuan penelitian untuk mengetahui tanggungjawab pelaku usaha atau instansi terkait dan untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari permasalahan keterlambatan pendistribusian TNKB. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan pertanggungjawaban pelaku usaha yaitu berkoordinasi dengan pihak SAMSAT dan memberikan surat rekomendasi sebagai bukti bahwa TNKB sedang diproses dan jika memang terbukti pelaku usaha sengaja atau lalai sehingga mengakibatkan kerugian maka pelaku usaha harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pelaku usaha melakukan wanprestasi yaitu melaksanakan tetapi tidak tepat waktu sehingga akibat hukum yang timbul pelaku usaha dapat dituntut sesuai dengan kerugian yang dialami konsumen. Pelaku usaha dapat dilaporkan ke yayasan yang memiliki hak dalam menangani kasus perlindungan konsumen dan ketika yang melakukan kesalahan adalah pihak SAMSAT maka pelaku usaha beserta konsumen dapat melaporkannya kepada Ombudsman yang menangani masalah Maladministrasi.