PERUBAHAN SISTEM PENGGAJIAN PADA PERUSAHAAN JEPANG PASCA MELETUSNYA GELEMBUNG EKONOMI (BUBBLE BURST)
Main Author: | Indun, Roosiani |
---|---|
Format: | Article PeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Unsada
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unsada.ac.id/1074/1/Perubahan%20Sistem%20Penggajian%20Pada%20Perusahaan%20Jepang....pdf http://repository.unsada.ac.id/1074/ http://repository.unsada.ac.id/cgl/oai2 |
Daftar Isi:
- Pada periode awal tahun 1990 an dan awal 2000 an, Jepang mengalami stagnasi perekonomian akibat sistem keuangan yang tidak stabil serta buruknya kredibilitas sektor perbankan yang memicu terjadinya gelembung ekonomi. Hal ini ditandai dengan melonjaknya kredit macet perbankan (non-performing loan) di sektor properti dan merosotnya nilai saham hingga 50% di Tokyo Stock Exchange. Selain itu banyak perusahaan Jepang yang mengalami penurunan kapasitas produksi, peningkatan jumlah hutang dan kelebihan jumlah tenaga kerja. Hal ini menyebabkan pecahnya gelembung ekonomi (bubble burst) dan membawa perekonomian Jepang masuk ke dalam resesi yang berkepanjangan. Keadaan ini semakin memburuk dengan adanya krisis ekonomi di kawasan Asia pada tahun 1997-1998. Dapat dikatakan dekade tahun 1990 an merupakan era gelap perekonomian Jepang atau disebut sebagai dekade yang hilang (the lost decade). (International Monetary Fund, The Japanese Banking Crisis of the 1990s: Sources and Lessons, IMF Working Paper WP/00/7 January 2000). Menghadapi kondisi perekonomian yang tidak menentu seperti ini, maka sistem pengelolaan manajemen perusahaan Jepang mulai mengkaji ulang mengenai sistem penggajian bagi karyawannya. Sampai sebelum terjadinya pecahnya gelembung ekonomi, sistem pengganjian pada perusahaan Jepang menganut sistem nenkoujouretsu atau sistem pengganjian berdasarkan senioritas. Setelah gelembung ekonomi meledak di Jepang pada akhir tahun 80-an dan krisis perbankan pada tahun 90-an, Sistem Nenkō telah menjadi kurang populer di kalangan bisnis karena banyak perusahaan tidak mampu mempertahankan karyawan yang lebih tua dengan gaji tinggi. Banyak eksekutif level menengah yang menaiki tangga perusahaan melalui Sistem Nenkō, menjadi korban dari restrukturisasi perusahaan. Salah satu restrukturisasi ekonomi yang diterapkan dalam perusahaan Jepang adalah berubahnya sistem pengganjian berbasis kinerja (performance based system). Perusahaan yang mengaplikasikan sistem ini, maka manajemen akan memilih calon karyawan terbaik, yang memiliki kemampuan dalam pekerjaan tertentu, yang memiliki tanggung jawab penuh dan diberikan ruang lingkup kebebasan untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Dalam sistem ini, maka kriteria usia dan jenjang pendidikan tidak lagi menjadi sebuah prioritas. Sistem berbasis kinerja akan tercapai bila hal tersebut menjadi norma bagi perusahaan. Ketika seseorang yang diperlakukan dengan sistem ini, maka faktor ‘kapan dia mulai masuk kerja’ atau ‘berasal dari lulusan sekolah atau universitas mana’, maka hal ini tidak lagi diperhatikan oleh perusahaan. Tentu saja perubahan sistem pengganjian ini akan berdampak pada berbagai perubahan di perusahaan, apakah akan mendatangkan keuntungan atau malah sebaliknya.