Analisis Kinerja Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Status Opini Badan Pemeriksa Keuangan (Studi Kasus Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran2007-2012)
Main Author: | Baharuddin, |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2014
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ut.ac.id/7046/1/42640.pdf http://repository.ut.ac.id/7046/ |
Daftar Isi:
- Terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta aturan pelaksanaannya; memberikan wewenang bagi Daerah untuk mengurus dan mengelola sumberdaya yang dimilikinya termasuk sumber-sumber keuangan daerah sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang. Otonomi yang luas, bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) dapat menggunakan sumberdaya keuangan yang dimiliki sekehendaknya. Hak dan kewenangan yang luas yang diberikan kepada daerah, pada hakekatnya merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, Pemerintah telah membangun sistem pemeriksaan keuangan daerah yang bersifat independen terlepas dari pengaruh lembaga pemerintahan baik Pemerintah Pusat, Pemda dan Masyarakat selaku stakeholder. Laporan Keuangan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang tidak lebih dari 6 (enam Bulan) akhir tahun fiskal. Dalam rangka pertanggungjawaban anggaran, entitas mempersiapkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). LKPD yang dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Selain LKPD, pelaksanaan Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Terintegrasi (SISDURPKD) perlu diperkuat dan ditingkatkan. Penguatan dasar hukum yang berhubungan pengelolaan keuangan daerah, pendidikan dan pelatihan, perangkat lunak (aplikasi) dan perangkat keras; merupakan baseline yang harus diperhatikan Pemda. Status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan BPK adalah merupakan salah satu indikator bahwa LKPD memenuhi kriteria akuntabel dan transparan. Eliminer asersi, mendahulukan temuan BPK yang harus dipantau dan ditindaklanjuti (self assessment-action plan), mencakup kebijakankebijakan dan prosedur-prosedur untuk memastikan bahwa temuan-temuan audit dan evaluasi lainnya segera diselesaikan. Temuan BPK tidak selamanya adalah kecurangan (frauds) dapat pula menunjukkan kelemahan-kelemahan sistem yang diduga berpotensi terjadinya resiko bawaan (inharent risk). Dari basil penelitian kualitatif dengan pendekatan SISDURPKD, ditemukan Perencanaan memiliki error 18,82%; Penatausahaan memiliki error 20,00%; Pelaksanaan memiliki error 10,48%; sebagai contoh kesalahan dalam perencaan penganggaran: belanja pemeliharaan gedung seharusnya direalisasikan untuk belanja modal, belanja tersebut tidak menyajikan nilai sesungguhnya karena anggaran belanja yang dimaksud setelah dilakukan pemeriksaan fisik merupakan melanjuti/menambahan aset yang telah ada.