Fenomena Sosial Konflik Antar Pesilat Dalam Memaknai Persaudaraan ( Studi pasang surut konflik anatar pesilat di Madiun)

Main Authors: Prastya, Agus, Malik, Abdul, Suparto, S. Adi
Format: Monograph NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: Universitas Terbuka , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ut.ac.id/5882/1/2014_283.pdf
http://repository.ut.ac.id/5882/
Daftar Isi:
  • Kasus perkelahian antar perguruan silat yang dimotori oleh persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Setia Hati Winongo atau disebut STK(Sedulur Tunggal Kecer) di Madiun akhir-akhir ini sangat marak dan melibatkan masa pedukung secara massif, disertai pengrusakan dan jatuh korban. Konflik tersebut berakar dari perbedaan penafsiran dan klaim kebenaran tentang idiologi ke SH an merambat hampir keseluruh wilayah Madiun. Arkelogi kekerasan dan ketidaknyamanan aparat keduanya tidak lepas dari setting sejarah yang melatar belakanginya. Konflik antar pesilat dari kedua perguruan silat marambat sampai akar rumput sampai sekarang yang penuh dengan rasa kebencian satu sama lain. Tujuan penelitian adalah (1) untuk mengetahui akar permusuhan yang menyebabkan konflik sosial antar pesilat di Madiun. (2) untuk mengetahui makna persaudaraan antar pesilat dalam memahami kebersamaan pada perguruan silat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan subyek data, yakni: Data primer yaitu pesilat, data sekunder yakni pelatih, tokoh masyarakat. Sedangkan pengambilan data menggunakan metode observasi, indept interview, dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan teori Miles dan Huberman melalui tahap induksi yakni data collection, data reduction, display data, conclution. (Sugiyono : 2011) Hasil penelitian antara lain : (1) Melihat latar belakang tersebut konfik yang terjadi konflik identitas yang mana keduanya saling mengklaim kebenaran masing-masing. (2) Klaim kebenaran tersebut terus direproduksi sehingga membentuk praktek-praktek 6 diskursif yang saling menyalahkan satu sama lain. Klaim tersebut juga didukung oleh kultur agraris masyarakat setempat dan didukung oleh idiologi masyarakat dengan pencak silat sebagai budaya kejawen yang sangat familiar dengan kehidupan sehari-hari. (3) Kasus-kasus konflik pesilat di Madiun tidak terlepas dari rasa persaudaraan yang kuat diantara pesilat di Madiun. (4) Pesilat memaknai persaudaraan secara hakiki dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam interaksi sosial. Rasa persaudaraan yang mendarah daging akhirnya berakibat solidaritas kuat, berlebihan membela simbol-simbol perguruan silatnya, ini akar konflik bermula.