Pertentangan Dalil pada Kasus Bacaan Al-Fatihah dalam Shalat (Analisis Metode Ḥanafiyyah dan Syāfi‘īyyah)

Main Author: Nurmujahidah, 131209522
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ar-raniry.ac.id/5896/1/Nurmujahidah.pdf
http://repository.ar-raniry.ac.id/5896/
https://Repository.ar-raniry.ac.id
Daftar Isi:
  • Pertentangan dalil merupakan permasalah antara dua dalil bertentangan yang menunjukkan hukum atas suatu kasus yang menghendaki berlakunya hukum lain atas kasus yang sama. Dalam hal ini, ada dua pendapat ulama, yaitu: pendapat pertama, menyatakan bahwa dua dalil yang qaṭ‘ī tidak mungkin bertentangan, karena setiap dalil yang qaṭ‘ī mengharuskan adanya hukum; pendapat kedua, ada ulama yang memungkinkan bertemunya dua dalil qaṭ‘ī yang saling berbenturan. Dari permasalahan ini ada beberapa metode yang ditawarkan sebagai jalan penyelesaian terhadap pertentangan dalil, sebagaimana terlihat pada pemikiran ulama Ḥanafiyyah dan Syāfi‘īyyah mengenai pertentangan dalil. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbandingan pendapat melalui pendekatan sirkuler yang merupakan pendekataan yang memerhatikan kekurangan dan kelemahan pada masing-masing pendapat, dan sekaligus memperbaikinya. Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan dengan library research yaitu kajian kepustakaan dan metode komparatif yaitu, mencari hubungan antara pemikiran keduanya dengan membandingkan secara jelas sisi persamaan dan perbedaannya yang berkaiatan dengan pertentangan dalil. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa kedua ulama mengharuskan untuk membaca al-Fātiḥah dalam salat, dan perbedaan diantara mereka dapat dikondisikan dalam ruang dan waktu yang berbeda. Sisi perbedaan pendapat mereka adalah dari segi pemahaman penafsiran ayat dan dilalah ẓannī. Ulama Ḥanafiyyah mengunggulkan dalil Alquran sebagai dasar beramal sehingga metode yang digunakan adalah tarjīḥ, sedangkan Syāfi‘īyyah menggunakan metode jam‘ wa al-tawfiq atau dengan kata lain menggabungkan kedua dalil kemudian mengkompromikannya, sehingga keumuman makna dari dalil Alquran dikhususkan oleh Hadis. Dengan demikian, pemahaman ta‘āruḍ al-adillah cukup pada taraf probabilitas, sehingga pemikiran ulama Ḥanafiyyah dan Syāfi‘īyyah menjadi saling mengisi dan melengkapi bukan kontradiksi.