Daftar Isi:
  • Ulama sepakat bahwa iddah merupakan kewajiban bagi seorang perempuan yang telah bercerai dengan suaminya. Namun demikian, dalam masalah tertentu seperti perempuan waṭa’ syubhat ulama masih berbeda dalam menetapkan wajib tidaknya iddah. Dalam hal ini, akan difokuskan pada mazhab Syafi’i, tujuannya yaitu untuk menjelaskan bagaimana konsep iddah waṭa’ syubhat menurut mazhab Syafi’i, serta mengetahui dalil dan metode istinbāṭ hukum mazhab Syafi’i tentang iddah waṭa’ syubhat. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi pustaka (library research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut mazhab Syafi’i, konsep iddah wanita waṭa’ syubhat sama seperti iddah wanita pada umumnya. Wanita waṭa’ syubhat wajib melaksanakan iddah sebagaimana iddah yang dilakukan oleh wanita yang dicerai dari nikah sah dan nikah fasid. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi rahim wanita tersebut. Jika wanita tersebut dalam kondisi hamil sebab senggama syubhat, maka masa iddah-nya sampai melahirkan anak. Menurut mazhab Syafi’i, hubungan senggama waṭa’ syubhat berbeda dengan senggama zina. Untuk itu, pelakunya tidak diwajibkan hukuman ḥad. Dalil dan metode istinbāṭ hukum yang digunakan mazhab Syafi’i dalam menetapkan kewajiban iddahwanita waṭa’ syubhat yaitu qiyāṣ. Artinya, ada kesamaan antara hubungan senggama yang sah atau fasid dengan senggama secara syubhat. Kesamaan antara waṭa’ syubhat dengan senggama yang sah yaitu perbuatannya itu sendiri. Pihak laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan waṭa’ syubhat sama-sama yakin bahwa yang digaulinya adalah pasangannya yang sah. Adapun dalil tentang lamanya iddahwanita hamil karena waṭa’ syubhat yaitu Alquran surat al-Ṭalāq ayat 4, yaitu sampai melahirkan anak, baik pasangan wanita tersebut masih hidup atau telah meninggal dunia.