Penyanpingan Perkara terhadap Terdakwa Pidana (Studi Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif)

Main Author: Ruhdi Yansyah, 131310136
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4456/1/Rudhi%20Yansyah.pdf
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4456/
https://Repository.ar-raniry.ac.id
Daftar Isi:
  • Di Indonesia, penyampingan perkara (deponering) merupakan suatu masalah yang perlu disoroti, karena menyangkut tentang hak, harkat dan martabat manusia yang semestinya dijunjung tinggi, bahkan juga menyangkut kehidupan masyarakat secara umum agar terciptanya suatu keadilan bagi setiap warga negara. Proses mendapatkan penyampingan perkara dalam hukum positif harus memenuhi beberapa persyaratan, yang intinya menyangkut kepentingan umum. Hukum Islam juga mengatur tentang penyampingan perkara terhadap terdakwa pidana, pemberian tersebut dibolehkan apabila dapat memberikan kemaslahatan dan menghindari kemudharatan dengan batasan-batasan tertentu yang harus dipenuhi. Berdasarkan hal tersebut perlu diketahui batasan-batasan dalam memproleh penyampingan perkara terhadap terdakwa pidana dalam hukum Islam dan hukum positif, sehingga ditemukan perbedaan dan persamaan dalam pemberiannya. Metode yang digunakan yakni, metode deskriptif analisis komperatif. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kepustakaan (library research). Berdasarkan kajian yang dilakukan, penyampingan perkara terhadap terdakwa pidana dalam hukum Islam dan hukum positif mempunyai perbedaan, yaitu dalam hukum positif, prosedur pemberian deponering diberikan oleh Jaksa Agung setelah bermusyawarah dengan beberapa pejabat tinggi negara, yaitu Menteri Pertahanan dan Keamanan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) bahkan dengan presiden terkait dengan perkara yang menyangkut kepentingan umum. Sedangkan dalam hukum Islam, prosedur pemberiannya diberikan sebelum perkara diputuskan oleh hakim dan yang berhak memberikannya adalah Ulil Amri (penguasa) dan juga korban atau wali korban. Letak persamaan dalam penyampingan perkara pada syarat atau kriterianya, yaitu menyangkut kepentingan umum atau masyarakat luas. Kajian ini disarankan agar penguasa atau lembaga negara yang terkait harus lebih teliti agar tidak semena-mena dalam memberikan penyampingan perkara terhadap terdakwa pidana.