Tinjauan Hukum Islam terhadap Sanksi Pelaku Pelecehan Seksual Anak di Bawah Umur pada Mahkamah Syar’iyah Jantho
Main Author: | Farid Mulia, 141310213 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4259/1/Farid%20Mulia.pdf https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4259/2/Form%20B%20dan%20Form%20D.pdf https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4259/ http://library.ar-raniry.ac.id |
Daftar Isi:
- Kasus-kasus pelecehan seksual di Aceh telah banyak dilakukan. Korbannya tidak hanya orang dewasa, anak-anak justru menjadi korban kejahatan tersebut. Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat menyebutkan pelaku pelecehan seksual terhadap anak dihukum maksimal 90 kali cambuk. Kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur telah diputus oleh Hakim Mahkamah syar’iyyah Jantho, yaitu putusan 34/Jn/2016/Ms.Jth, 35/Jn/2016/Ms.Jth dan 36/Jn/2016/Ms.Jth dengan kriteria hukuman 40 kali cambuk tiap-tiap perkara dari keseluruhan hukuman 120 kali cambuk. Untuk itu, penelitian ini ingin mengetahui dasar pertimbangan hakim Mahkamah Syar’iyah Jantho dalam menetapkan sanksi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, serta tinjauan hukum Islam terhadap sanksi pelaku pelecehan seksual anak di bawah umur pada Mahkamah Syar’iyah Jantho. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus (case study) melalui wawancara. Hasil analisa penelitian ada dua: pertama, pertimbangan hakim Mahkamah Syar’iyah Jantho ada dua. 1.Terpenuhinya syarat formil hukum pidana. Hakim menilai terdakwa bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dengan adanya pengakuan dari korban serta dengan dalil-dalil fakta persidangan. 2. Terpenuhinya syarat materil hukum pidana. Hakim menilai ketentuan materil Pasal 47 Qanun Jinayat telah memenuhi unsur tindak pidana, yaitu adanya kesengajaan, pelaku dipandang cakap hukum, korbannya anak di bawah umur, dan adanya kejahatan yang dilakukan berupa pelecehan seksual terhadap anak. Kedua, pelecehan seksual dalam hukum pidana Islam masuk dalam jarimah ta’zīr. Pemerintah berwenang menetapkan jenis dan jumlah sanksi bagi pelaku jarimah ta’zīr, termasuk kriteria sanksi 40 kali tidaklah sesuai dengan hukum islam karena pelaku disini melakukan pelecehan seksual terhadap tiga orang anak dan pelaku juga memiliki orientasi seks sesama jenis. Sebagai saran, hendaknya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pelaku dengan tuntutan yang lebih berat, sehingga hakim dapat menetapkan jumlah hukuman menurut keyakinan hakim. Pertimbangan hukuman berat tersebut karena pelaku telah melakukan pelecehan seksual berulang kali, selain itu korbannya juga bukan hanya satu orang.