Tinjauan Fatwa MPU Aceh Nomor 18 Tahun 2015 tentang Nasab Anak yang Lahir di luar Nikah (Anak Zina) terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU/-VIII/2010 tentang Status Anak Lahir Luar Nikah
Main Author: | Muksal Mina, 111209267 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4253/1/Muksal%20Mina.pdf https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4253/ https://repository.ar-raniry.ac.id |
Daftar Isi:
- Permasalahan status hukum anak luar nikah masih beragam, baik dilihat dari sisi fikih klasik maupun fikih modern. Dalam hal status anak luar nikah terhadap laki-laki yang menyebabkan kelahirannya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang intinya menetapkan adanya hubungan status keperdataan anak dengan laki-laki tersebut. Terkait hal ini, MPU Aceh juga telah mengeluarkan fatwa atas adanya putusan tersebut. Oleh karena itu, masalah yang ingin diteliti adalah bagaimana status hukum anak luar nikah dilihat dari berbagai perspektif, bagaimana pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam keputusan Nomor 46/PUU/-VIII/2010 terkait dengan penentuan status keperdataan anak luar nikah dan bagaimana tinjauan fatwa MPU Aceh No 18 Tahun 2015 tentang nasab anak yang lahir diluar nikah (anak zina) terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang nasab anak yang lahir diluar nikah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan studi kepustakaan (library research) dan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analisis.Hasil analisa penulis menunjukkan bahwa dalam hukum Islam, nasab anak terputus dengan laki-laki pezina, begitu juga yang dimuat dalam Undang-Undang Perkawinan. Adapun pertimbangan Hakim MK adalah dengan pertimbangan kemaslahatan dan perlindungan anak. Setiap anak, tidak terkecuali anak luar nikah, mempunyai hak yang sama di mata hukum, sehingga ia tetap mempunyai hak keperdataan dengan kedua orang tuanya. Adapun tinjauan fatwa MPU Aceh terhadap putusan MK yaitu ada dua. Pertama, menetapkan terputusnya nasab anak pada laki-laki pezina yang sebelumnya MK tetap menetapkannya. Kedua, Mahkamah Konstitusi menganggap deskriminasi terkait dengan pemutusan hubungan perdata anak luar nikah dengan ayah biologis, sedangkan MPU Aceh meninjau bahwa pemutusan hubungan nasab dan keperdataan anak dengan laki-laki zina dan menisbatkannya kepada ibu dan keluarga ibu anak, sebagai bentuk perlindungan nasab, bukan sebagai bentuk deskriminasi. Oleh karena itu, diharapkan kepada masyarakat muslim secara umum dan Aceh secara khusus untuk mempedomani fatwa MPU Aceh tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya terkait nasab anak luar nikah.