Praktek Tadlīs dalam Jual Beli Barang Tiruan Study Kasus Pasar Atjeh (Analisis Konsep Hak Ibtikār)
Main Author: | Munarita, 121310083 |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4228/2/Munarita.pdf https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4228/1/Form%20B%20dan%20Form%20D.pdf https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/4228/ http://library.ar-raniry.ac.id |
Daftar Isi:
- Dalam bidang Mu’amalah, semua transaksi dibolehkan kecuali yang diharamkan. Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi (ditipu) karena ada sesuatu yang dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini disebut tadlīs. Tadlīs adalah suatu penipuan yang sering terjadi dalam hal jual beli, baik dalam kuantitas, kualitas, harga maupun waktu penyerahan. Akibat praktek tadlīs ini banyak pihak yang dirugikan baik itu pihak Negara maupun pemegang hak cipta/produsen sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pedagang melakukan praktek tadlīs dalam jual beli barang tiruan di Pasar Atjeh dan bagaimana konsekuensi terhadap produsen, penjual dan pembeli yang melakukan transaksi jual beli barang tiruan menurut Fiqh Mu’amalah. Untuk memperoleh jawaban tersebut peneliti menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dan metode penelitian lapangan field research). Kedua data tersebut disimpulkan menggunakan metode Deskriptif Kualitatis melalui observasi dan wawancara. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktek tadlīs dalam jual beli di Pasar Atjeh tidak semua melakukan praktek tersebut hanya sebahagian saja. Faktor pedagang melakukan praktek tadlīs adalah faktor ekonomi, faktor memperoleh laba yang banyak, dan faktor kebiasaan. Selain itu, harga barang yang murah mempengaruhi pembeli membeli barang tiruan. Dan konsekuensi dalam jual beli barang tiruan dalam Fiqh Mu’amalah, bagi yang memproduksi adalah hukuman ta’zir karena permasaalah ini termasuk kedalam kontemporer maka Negara dan lembaga legislatifnya perlu merumuskan persoalan tersebut dengan membuat Undang-undang, bagi penjual adalah tidak boleh menjual barang tersebut, jika dalam penjualan masih tersisa barang tiruan maka boleh dijual tetapi harus jujur kepada konsumen bahwa barang tersebut adalah tiruan, dan hasilnya boleh di manfaatkan mengigat keuntungan yang didapatkan tidaklah haram zatnya. Pembeli yang sudah telanjur boleh memakai barang tersebut dengan catatan bahwa saat membeli barang pembeli tidak tahu bahwa hukum jual beli barang tiruan itu haram. Oleh karena itu, baik penjual harus berlaku jujur dan adil agar rezeki yang didapatkan berkah dunia dan akhirat, terhadap pembeli haruslah berhati-hati dalam memilih sebuah produk, agar terhindar dari unsur penipuan, dan kepada pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat.