Peralihan Peruntukan Tanah Wakaf Mesji Jami’ Kemukiman Lueng Bata Banda Aceh Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Pada Mesjid Jami’

Main Author: Muhammad Chairur Ridha, 121008563
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/2554/1/Muhammad%20Chairur%20Ridha.pdf
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/2554/
http://library.ar-raniry.ac.id
Daftar Isi:
  • Peralihan peruntukan tanah wakaf di hampir semua wilayah tidak dapat dielakkan karena berbagai kebutuhan, umumnya disebabkan untuk kepentingan umum, baik untuk pembangunan sarana prasarana masyarakat maupun pemerintah. Peralihan peruntukan tanah wakaf di mesjid jami’ Lueng Bata muncul dilema karena terlalu jauh menyimpang dari fungsi utamanya sehingga menimbulkan masalah dalam prosesnya sehingga peneliti merumuskan masalah riset ini sebagai berikut: Bagaimana proses peralihan tanah wakaf mesjid jami’ Kemukiman Leung Bata dan perspektif hukum Islam terhadap proses peralihan peruntukan tanah wakaf mesjid jami’ Kemukiman Lueng Bata ? masalah riset ini penulis analisis dengan menggunakan metodologi penelitian yang tahapannya yaitu jenis penelitiannya adalah deskriptif analisis dengan cara mendeskripsikan secara faktual dan akurat tentang peralihan peruntukan tanah wakaf, data yang dikumpulkan melalui penelitian pustaka dan lapangan. Teknik pengumpulan data lapangan menggunakan interview dan data dokumentasi. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa peralihan peruntukan tanah wakaf di mesjid Lueng Bata memang mutlak dibutuhkan karena untuk kepentingan perluasan ruas jalan di areal mesjid jami’. Berdasarkan analisis data perubahan tersebut penting dilakukan demi untuk mendahulukan kepentingan umum, untuk mengurangi kemacetan di ruas jalan dekat areal mesjid. Penetapan harga penjualan tanah wakaf dengan total harga Rp 5 milyar telah mencapai harga tertinggi dari NJOP kota Banda Aceh. Persoalan dilematis timbul disebabkan pihak nazir mengalokasikan dana sebesar Rp 3.5 milyar untuk pembangunan pertokoan melalui kontraktor Cut Nun dengan sistem bagi hasil. Pembangunan ini menurut sebagian tokoh masyarakat tidak tepat karena tidak selaras dengan fungsi awal tanah wakaf dan juga tanpa mengkomunikasikan dengan tokoh masyarakat. Seharusnya pengalihan peruntukan tanah wakaf tersebut dialokasikan untuk melanjutkan pembangunan mesjid dan juga membeli tanah lain untuk perluasan areal pekarangan mesjid sebagai ganti yang telah dibeli Pemkot Banda Aceh untuk jalan raya.