Kritik Arsitektur: Relasi Kuasa-Pengetahuan dalam Revitalisasi Hutan Kota Malabar

Main Author: Romis, Robbani Amal
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/9214/
Daftar Isi:
  • Ruang-ruang dalam kota adalah arena kontesasi kekuasaan. Bagaimana mozaik kota terbentuk, adalah tergantung bagaiman sejarah kontestasi itu bergerak dalam relung-relung sejarah. Revitalisasi Hutan Kota Malabar adalah salah satu proyek yang berbasis pada relasi kuasa-pengetahuan tentang ruang-waktu dalam medan kontestasi itu. Makna “revitalisasi” dan ruang-waktu Hutan Kota Malabar dimaknai dalam berbagai bentuk, tergantung bagaimana kebenaran diproduksi atasnya. Jejak-jejak kuasa dalam situs Hutan Kota Malabar adalah stigmata-stigmata yang menandai bagaiman sengitnya kontestasi itu. Pendekatan genealogi dan arkeologi Foucault digunakan sebagai prinsip utama untuk membedah jejak-jejak kuasa. Kedua prinsip itu digunakan untuk membedah empat stigmata masa lalu kebenaran tubuh: kegilaan, kesehatan, seksualitas dan pendisplinan. Keempat konsep ini demikian mengarakterisasi Revitalisasi Hutan Kota Malabar melalui penciptaan teknik-teknik pemograman tubuh. Didasarkan pada aspek-aspek teoretik Michel Foucaul, operasionalisasi analisis dilengkapi dengan metode kritik deskriptif depiktif dan deskriptif kontekstual. Kedua metode bertujuan untuk mengurai relasi antara-antara detail arsitektural Hutan Kota Malabar dengan relasi sosial, kultural dan politik yang mengelilinginya. Berdasarkan analisis, didapatkan hasil bahwa Revitalisasi Hutan Kota Malabar adalah upaya respasialisasi dan reestetikasi Hutan Kota Malabar yang bertujuan untuk mengonstruksi tubuh dalam kerangka idealitas biopolitik neoliberal. Idealitas itu mewujud melalui dua tipe kebenaran: kebenaran negara dan kebenaran pasar. Kedua kebenaran ini mengondisikan ruang-ruang Hutan Kota Malabar menjadi sejenis mesin penegakan stabilitas dan penciptaan kultur konsumsi baru. Resitensi yang mengiringi proses Revitalisasi Hutan Kota Malabar pada kenyataanya tidak mengubah apapun, justru sebaliknya dia justru memberikan kesempatan bagi kedua kebenaran untuk tampil lebih sublim menukik.