Pengaruh Antosianin Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L) Terhadap Penurunan Kadar Interleukin 6 Serum Dan Rasio Jumlah Sel Osteoklas Osteoblas Pada Tulang Femur Tikus (Rattus Norvegicus) Post Oophorectomy

Main Author: Maqfiro, Siska Nawang Ayunda
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/8938/
Daftar Isi:
  • Osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu pendapat perhatian serius terutama di negara berkembang. Perempuan Indonesia 4 kali lebih tinggi berpotensi terjadi osteoporosis dari pada laki laki. Sehingga ketakutan terbesar yang menyebabkan osteoporosis adalah defisiensi esterogen pada postmenopause. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya stres oksidatif yang disebabkan oleh Reactive Oxygen Species yang menurunkan densitas massa tulang. Interleukin 6 merupakan salah satu sitokin proinflamasi yang merangsang pembentukan osteoklas terutama saat hormon esterogen menurun, sehingga terjadi peningkatan penyerapan tulang dan akan menyebabkan terjadinya osteoporosis. Salah satu cara mencegah penyakit yang disebabkan oleh stres oksidatif adalah mengonsumsi makanan yang kaya akan antioksidan yaitu ubi jalar ungu. Tanaman ini kaya akan antosianin yang merupakan antioksidan dan berpotensi sebagai scavenger radikal bebas. Pada zaman dahulu polifenol digunakan untuk mencegah penyakit jantung dan kanker, tetapi sekarang ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mencegah terjadinya osteoporosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antosianin ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terhadap penurunan kadar Interleukin 6 serum dan rasio jumlah sel osteoklas osteoblas pada tulang femur tikus (Rattus norvegicus) post oophorectomy. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian eksperimental laboratory dengan jenis randomized posttest only control design menggunakan hewan coba tikus (Rattus norvegicus) yang terlebih dahulu dilakukan oophorectomy. Dalam menentukan tikus sudah mengalami hipoesterogen setelah 28 hari dilakukan cek pH vagina, jika sudah dalam kondisi basa berarti tikus sudah dalam kondisi hipoesterogen. Selanjutnya, pada hari ke-29 post oophorectomy diberikan perlakuan antosianin ubi jalar ungu berbagai dosis selama 30 hari menggunakan sonde. Penelitian ini menggunakan 30 tikus yang telah memenuhi kriteria inklusi ekslusi, dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol negatif sebanyak 6 tikus, kontrol positif sebanyak 6 tikus, kelompok perlakuan 1(oophorectomy, antosianin ubi jalar ungu 20 mg/kgBB), kelompok perlakuan 2 (oophorectomy, antosianin ubi jalar ungu 40 mg/kgBB), kelompok perlakuan 3 (oophorectomy, antosianin ubi jalar ungu 80 mg/kgBB). Pengambilan data diperoleh dari hasil pemeriksaan kadar Interleukin 6 serum menggunakan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan pengamatan rasio jumlah sel osteoklas osteoblas dengan perbesaran 400x sebanyak 5 lapang pandang. Data dianalisa dengan menggunakan uji normalitas, homogenitas, independent sampel t-test, Anova one way, uji Least Significant Difference (LSD), dan uji korelasi Pearson. Berdasarkan hasil uji Independent sample t test menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna p-value ≤ α rerata kadar Interleukin 6 antara kelompok kontrol negatif (tikus tanpa oophorectomy) (1,191±0,049 pg/mL) dengan kelompok kontrol positif (tikus dengan oophorectomy) (1,733±0,075 pg/mL). Demikian pula pada rasio jumlah sel osteoklas dan osteoblas juga ada perbedaan yang bermakna yang diketahui bahwa p-value ≤ α. Pada rerata rasio jumlah sel osteoklas dan osteoblas antara kelompok kontrol negatif (tikus tanpa oophorectomy) (0,081±0,009 pg/mL) dengan kelompok kontrol positif (tikus dengan oophorectomy) (0,594±0,032 pg/mL). Sehingga, perlakuan pada tikus dengan oophorectomy terbukti menunjukkan peningkatan kadar Interleukin 6 serum dan rasio osteoklas osteoblas. Berdasarkan hasil uji Anova one way pada data kadar Interleukin 6 pada tikus dengan oophorectomy diperoleh ada perbedaan yang bermakna rerata kadar Interleukin viii 6 keempat kelompok sampel pengamatan, hal ini ditunjukkan dengan nilai p-value = 0,000 < α (0,05). Sedangkan hasil uji perbandingan berganda dengan uji LSD menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna rerata Interleukin 6 antara kelompok kontrol negatif (tikus tanpa oophorectomy) (1,191±0,049 pg/mL) dengan kelompok kontrol positif (tikus dengan oophorectomy) (1,733±0,075 pg/mL) maupun dengan kelompok perlakuan pemberian antosianin dosis 20 mg/kbBB (1,622±0,023 pg/mL), dengan dosis 40 mg.kgBB (1,523±0,042 pg/mL), dan dosis 80 mg/kgBB (1,373±0,051 pg/mL). Sehingga, perlakuan pemberian antosianin ubi jalar ungu berbagai dosis berpengaruh terhadap penurunan kadar Interleukin 6 serum pada tikus post oophorectomy. Pada hasil uji Anova One way data rasio jumlah sel osteoklas dan osteoblas pada Rattus norvegicus ada perbedaan yang bermakna antara jumlah rasio sel osteoklas kelima kelompok sampel pengamatan, hal ini ditunjukkan dengan nilai p-value(0,000) < α (0,05). Sedangkan hasil uji perbandingan berganda dengan uji LSD menunjukkan ada perbedaan yang bermakna rerata rasio jumlah sel osteoklas dan osteoblas pada kelompok kontrol positif (0.594±0,032) dengan kelompok perlakuan antosianian ubi jalar ungu dosis 20 mg/kgBB (0.235±0,035), dosis 40 mg/kbBB (0.175±0,021) dan dosis 80 mg/kgBB (0.167±0,030). Hal ini berarti ada pengaruh pemberian antosianin ubi jalar ungu (Ipomoea batas L) dosis 20 mg/kgBB, 40mg/kgBB, dan 80mg/kgBB terhadap rasio jumlah sel osteoklas dan osteoblas pada tikus (Rattus norvegicus) post oophorectomy. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan ada hubungan / korelasi yang bermakna antara kadar Interleukin 6 serum dengan rasio jumlah sel osteoklas osteoblas (p value = 0.000< α(0.05) , dengan nilai koefisien korelasi 0,792 menunjukkan ada hubungan yang kuat yaitu bila terjadi peningkatan kadar Interleukin 6 serum maka akan terjadi peningkatan rasio jumlah sel osteoklas osteoblas, sebaliknya bila terjadi penurunan kadar Interleukin 6 serum maka akan terjadi penurunan rasio jumlah sel osteoklas osteoblas. Berdasarkan hal tersebut di atas, bidan sebagai profesi yang paling dekat dengan perempuan sangat penting memberikan konseling tentang makanan yang kaya antioksidan sebagai pencegahan osteoporosis di masa menopause.