Daftar Isi:
  • Stasiun Tanjung Priok dibangun pada tahun 1914 dengan tujuan untuk menunjang fungsi dari kolam pelabuhan Tanjung Priok II karena pada saat itu wilayah Tanjung Priok sendiri masih berupa hutan dan rawa sehingga dibutuhkan mobilisasi yang aman bagi wisatawan Eropa dan barang niaga menuju Batavia Centrum (Jakarta Kota). Bangunan stasiun ditetapkan sebagai benda cagar budaya pada Peraturan Daerah No.9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya. Namun di tahun setelahnya, stasiun Tanjung Priok justru mengalami penurunan kualitas fisik bangunan karena tidak digunakan lagi sebagai stasiun penumpang yang menyebabkan berkurangnya pemasukan dana dari tiket penumpang. Hingga pada pada November-Desember 2008, PT Kereta Api Indonesia memutuskan untuk merenovasi dan membuka kembali stasiun Tanjung Priok sebagai stasiun penumpang, dilanjutkan dengan proyek rehabilitasi fasilitas rel serta pembangunan perangkat sinyal elektrik. Lalu pada tanggal 28 Maret 2009, stasiun Tanjung Priok kembali difungsikan dan diresmikan oleh Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono. Karena bangunan sempat mengalami sejarah kondisi yang terabaikan, maka dilakukannya studi penelitian mengenai pelestarian dari stasiun Tanjung Priok, guna mengetahui karakter arsitektural yang terdapat pada bangunan dan menentukan strategi pelestarian fisik yang dapat dilakukan. Penelitian bersifat kualitatif dengan pendekatan metode yang digunakan berupa metode deskriptif analisis, metode evaluatif, dan metode development. Metode deskriptif analisis digunakan untuk menganalisis dan mengidentifikasi elemen yang terdapat pada bangunan stasiun Tanjung Priok. Kemudian metode evaluatif berupa penilaian makna kultural yang dilakukan pada elemen bangunan yang telah dianalisis, dan dikelompokkan dalam kelas potensial tinggi, potensial sedang, dan potensial rendah berdasarkan nilai yang dihasilkan. Lalu metode development berupa menentukan strategi arahan pelestarian fisik pada masing-masing elemen berdasarkan kelas potensial yang ditentukan dari total nilai yang didapat pada penilaian makna kultural dengan kategori teknik pelestarian preservasi dan konservasi untuk potensial tinggi, teknik konservasi dan rehabilitasi untuk potensial sedang, serta teknik rehabilitasi dan rekonstruksi untuk potensial rendah. Karakter spasial dibentuk dari bidang ruang pada bangunan. Pada stasiun Tanjung Priok karakter spasial yang menonjol berupa horizontalitas bangunan yang kuat dari sisi depan maupun sisi samping. Pada karakter visual, hal mendominasi pada bangunan adalah gaya arsitektur art deco yang sangat menonjol pada elemen fasade yang terbentuk dari geometri garis lurus dan zigzag, serta pengolahan bidang dasar persegi panjang, menjadikan bangunan sebagai citra kawasan di lingkungannya. Kemudian karakter struktural bangunan menggunakan material beton dan baja, pada upper dan mid structure yang keseluruhannya merupakan elemen asli dengan dimensi yang sangat besar sehingga menjadi hal yang langka pada zamannya. Dari ketiga variabel tersebut dilakukan penilaian makna kultural yang menghasilkan pembagian kategori potensial berdasarkan nilai yang didapat, lalu diberikannya strategi pelestarian fisik dengan menggunakan teknik pelestarian yang ditentukan.