Tinjauan Yuridis Pasal 20 Huruf B Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Terkait Merek Deskriptif

Main Author: Maulana, Alan
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/8351/
Daftar Isi:
  • Artikel ini membahas dan menganalisis mengenai pengaturan merek deskriptif di Indonesia jika dibandingkan dengan pengaturan merek deskriptif di Negara Singapura dan Amerika. Serta untuk mengetahui faktor penunjang makna tambahan/secondary meaning pada sebuah merek deskriptif supaya merek deskriptif tersebut dapat dilindungi. Penulis mengangkat isu hukum tersebut dikarenakan makna tambahan atau secondary meaning di Indonesia masih belum diatur secara spesifik sehingga diperlukan analisis berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek. Berdasarkan pada uraian diatas, rumusan masalah dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui, yang pertama bagaimana pengaturan terkait pendaftaran merek deskriptif di Indonesia berdasarkan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2016 pasal 20 huruf b apabila dibandingkan dengan Undang-undang merek yang ada di Singapore, dan Amerika Serikat, dan yang kedua hal apa sajakah yang dapat menunjang terbentuknya makna tambahan/secondary meaning pada sebuah merek deskriptif supaya merek deskriptif tersebut dapat dilindungi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan komparatif (Comparative Approach). Teknis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini interpretasi gramatikal dan interpretasi sistematis Hasil dari penelitian ini, yang pertama bahwa terkait pengaturan merek deskriptif Indonesia apabila dibandingkan dengan undang – undang merek di Singapore dan Amerika, Penulis memperoleh kesimpulan bahwa suatu merek deskriptif dapat di daftarkan apabila merek tersebut memiliki secondary meaning. Di Indonesia dan Amerika Serikat secondary meaning ini dapat dijadikan sebagai penunjang bagi suatu merek deskriptif agar dapat terdaftar. Sedangkan,Singapura tidak menjadikan secondary meaning sebagai penunjang agar suatu merek deskriptif terdafar, namun untuk menilai apakah suatu merek deskriptif atau tidak, Singapura menggunakan putusan Europe Court of Justice (ECJ) sebagai dasar penilaian terhadap suatu merek deskriptif. Berikutnya hasil penelitian yang kedua, Berdasarkan penjelasan yang telah peneliti paparkan terkait faktor yang menunjang terbentuknya secondary meaning, diperoleh kesimpulan bahwa faktor – faktor tersebut yaitu: 1. Jumlah dan cara pengiklanan 2. Volume penjualan 3 Jangka waktu dan cara penggunaan 4. Testimoni konsumen secara langsung 5. Survey konsumen Faktor – faktor tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan hakim untuk suatu merek deskriptif sehingga dapat didaftarkan, hal ini terdapat pada kasus Zatarian's, Inc. v. Oak Grove Smokehouse, Inc., 698 F.2d 786 (5th Cir. 1983)