Hubungan Antara Praktik-Praktik Konservasi Dengan Pengetahuan Ekologi Lokal Dari Petani (Studi kasus: DAS Rejoso)
Main Author: | Putri, Almira Widiantari |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/7265/ |
Daftar Isi:
- Daerah Aliran Sungai (DAS) Rejoso dengan total luasan DAS 168,1 km2 terbagi atas berbagai macam peruntukan, yaitu: hutan 8,7 %, kebun 17,7 %, ladang 43,7 %, pemukiman 4,3 %, sawah irigasi 7,8 %, semak belukar 17,6 %. Penggunaan lahan pada umumnya dipengaruhi oleh 3 faktor: (1) Biofisik: tanah, iklim, topografi, populasi flora dan fauna, aktivitas manusia, (2) Sosial ekonomi: kepemilikan lahan, kebijakan pemerintah, akses terhadap pasar, permintaan pasar, (3) Manajemen lahan. Adanya perbedaan manajemen lahan berpengaruh terhadap kualitas tanah dan kesehatan DAS. Petani memiliki pengetahuan tentang kualitas tanah dan produksi tanaman di lahannya yang diperoleh secara turun menurun dari nenek moyangnya. Pengetahuan tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam manajemen lahannya. Namun demikian, penggunaan indikator lokal kualitas tanah masih belum cukup untuk mendukung pemilihan strategi manajemen lahan pertanian yang berkelanjutan. Untuk itu perlu dilakukan perluasan pengetahuan baru tentang kualitas tanah, dengan mengintegrasikan pengetahuan ekologi lokal (PEL) dengan pengetahuan ekologi modern/ilmiah (PEM). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari indikator kualitas tanah, praktik manajemen lahan dan teknik konservasi yang dilakukan oleh masyarakat di DAS Rejoso dan mengevaluasi kualitas tanah pertanian menurut PEL dan PEM. Penelitian dilakukan di 6 desa yang berada dalam 4 kecamatan di wilayah DAS Rejoso, mulai bulan Februari - Juni 2017. Penggalian informasi mengenai PEL dilakukan dengan teknik wawancara kepada 18 orang petani pemilik lahan, yang berasal dari suku Jawa, Madura, dan Tengger. Pengamatan sifat fisik, kimia, biologi tanah dilakukan dengan pengambilan contoh di kedalaman 0-10 cm,; 10-20 cm,; dan 20-30 cm. Hasil penelitian menunjukan bahwa Petani di DAS Rejoso mengetahui kualitas tanah dengan istilah “tanah subur“ yang ditunjukan oleh banyaknya lumut pada permukaan tanah di lahan AF multistrata, dan rumput hijau di lahan tanaman semusim, air mudah meresap, tanah berwarna coklat-coklat agak hitam, merupakan tanah “gurem”/”mempur”, tanah halus, dan terdapat banyak cacing di dalamnya. Sedangkan secara ilmiah, tanah berkualitas ditunjukan oleh tanah berwarna coklat-coklat agak gelap (7,5 YR 3/2 - 7,5 YR 2,5/2) yang memiliki kadar C-Organik rendah yaitu 1%. Selain warna, tekstur tanahnya pun liat berdebu dan lempung. Selanjutnya, nilai rata-rata BI tanah yang rendah (0,94 g cm-3), mengakibatkan tanah menjadi gembur yang memiliki cacing dengan jumlah banyak, rata-rata 44 individu m-2 sehingga mampu meningkatkan porositas tanah dengan nilai rata-rata 59%, yang mengakibatkan tingginya laju infiltrasi (12-92 cm hr-1) dan menurunnya tingkat erosi (9-24 Mg hr-1). Oleh karena itu, teknik konservasi teras yang diterapkan oleh petani Suku Jawa dan Madura, serta siring dan tanaman cemara oleh suku Tengger, mampu mendukung produktivitas tanaman. Secara keseluruhan, petani mengetahui dengan baik „apa‟ yang terjadi di lahannya dan mengerti „bagaimana‟ mengelolanya, namun demikian kurang begitu paham alasan „mengapa‟ suatu tindakan dilakukan di lahannya. Hal tersebut akan menyulitkan ketika petani akan mencari solusi untuk memperbaiki kualitas dan produktivitas lahannya. Dalam penelitian ini indikator kualitas tanah secara fisik dan biologi sudah cukup baik, namun perlu adanya analisis lebih lanjut terhadap indikator kualitas tanah secara kimia.