Identifikasi Keragaman Dan Kekerabatan Genetik 66 Genotipe Kedelai Berdasarkan Karakter Morfologi Dan Marka Snap (Single Nucleotide-Amplified Polymorphism)

Main Author: Cahyono, Andy Agus
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/6194/
Daftar Isi:
  • Permintaan kedelai yang tinggi tidak diimbangi dengan produksi yang mencukupi membuat pemerintah harus melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai yaitu dengan pemuliaan tanaman. Dalam pemuliaan tanaman, keragaman genetik sangat penting untuk bahan pemuliaan. Salah satu upaya peningkatan keragaman yaitu dengan introduksi dari daerah subtropis. Identifikasi keragaman dan kekerabatan antar varietas introduksi dan dengan varietas yang ada diperlukan karena merupakan informasi dasar untuk pemuliaan tanaman. Upaya identifikasi keragaman dan kekerabatan dapat menggunakan marka morfologi, isozim dan molekuler. Marka morfologi mempunyai kelebihan mudah dan cepat dalam penyekoran dan juga dapat mengetahui penampilan, tetapi mempunyai kekurangan yaitu tingkat polimorfisme dan heritabilitas rendah, ekspresi yang lama dan terpengaruh lingkungan. Marka molekuler mempunyai kelebihan tidak terpengaruh lingkungan, bebas interaksi epistatik, dan terekspresi sejak awal perkembangan tanaman. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui keragaman dan kekerabatan genetik 66 genotipe kedelai introduksi dan unggul nasional berdasarkan karakter morfologi dan marka Single Nucleotide Amplified Polymorphism (SNAP). Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Penelitian menggunakan 41 genotipe kedelai introduksi, 25 genotipe unggul nasional dan 10 pasang marka SNAP. Isolasi DNA menggunakan metode Doyle & Doyle yang dimodifikasi (1987). DNA kemudian dianalisis kualitas dan kuantitasnya. DNA diamplifikasi menggunakan PCR kemudian dielektroforesis pada gel agarosa 1,5% selama 90 menit. Hasil elektroforesis diskor berdasarkan ada tidaknya pita. Analisis tingkat polimorfisme menggunakan program PowerMarker v3.25. Konstruksi filogenetik menggunakan program NTSYS V2.11x dengan koefisien SM (Simple Matching) dan metode pengklasteran Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean (UPGMA). Data karakter morfologi genotipe introduksi didapat dari https://npgsweb.ars-grin.gov/, sedangkan data genotipe unggul nasional didapat dari buku “Deskripsi Varietas Unggul Kedelai 1981-2016” yang diterbitkan oleh Balitkabi. Karakter yang digunakan meliputi karakter kualitatif (warna bunga, warna biji dan tipe percabangan) dan karakter kuantitatif (tinggi tanaman, berat 100 biji, kandungan protein, kandungan minyak dan hasil panen). Analisis keragaman karakter kuantitatif (min, maks, rerata, standar deviasi dan koefisien variasi / Coefficient of Vatiation (CV)) menggunakan software NCSS 11, sedangkan analisis keragaman karakter kualitatif menggunakan software PowerMarker v3.25. Principal Component Analysis (PCA) menggunakan software XLSTAT 2016 dengan tipe PCA Pearson (n). Konstruksi filogenetik menggunakan software NCSS 11 menggunakan Distace method Eucladian dan clustering method UPGMA. ii Analisis keragaman karakter morfologi kuantitatif menunjukkan bahwa tinggi tanaman, berat biji dan hasil panen mempunyai keragaman yang tinggi (CV > 20%), karakter kandungan minyak mempunyai CV sedang (CV 15-20%) dan karakter kandungan protein mempunyai keragaman rendah (CV < 15%). Analisis keragaman karakter kuantitatif menunjukkan bahwa seluruh karakter (warna bunga, warna biji dan tipe percabangan) memiliki keragaman sedang (Diversitas 0,25-0,50). Berdasarkan analisis korelasi, hasil panen berkorelasi kuat dengan berat biji dan berkorelasi moderat dengan kandungan minyak, tipe percabangan dan tinggi tanaman. Usaha pemuliaan untuk meningkatkan hasil panen perlu memperhatikan karakter yang berkorelasi karena karakter tersebut juga mempengaruhi karakter hasil panen. Analisis Principal Component Analysis (PCA) menggunakan 2 komponen utama pertama yang memiliki eigenvalue 2,88 dan 1,27 menunjukkan 51,89% total keragaman. PC1 dengan eigenvalue 2,88 mewakili keragaman tipe percabangan, warna biji, tinggi tanaman, berat biji, kandungan protein, kandungan minyak dan hasil panen. PC2 dengan eigenvalue 1,27 mewakili keragaman warna bunga, tinggi tanaman, kandungan minyak dan kandungan protein. Pengklasteran menggunakan PC1 dan PC2 mengelompokkan genotipe yang diuji menjadi 4 group. Genotipe unggul nasional cenderung mengelompok pada Group 1 dan Group 2, sedangkan genotipe introduksi cenderung mengelompok pada group 2-4. Hal tersebut menunjukkan bahwa genotipe introduksi yang diuji memiliki keragaman yang tinggi dan mempunyai fenotipe yang berbeda dengan genotipe kedelai asal Indonesia. Analisis polimorfisme dan heterozigositas menunjukkan bahwa 8 primer memiliki PIC sedang (PIC 0,25-0,50) dan 2 primer dengan PIC rendah (PIC < 0,25). Tidak terdapat primer dengan PIC tinggi (PIC > 0,50) karena SNAP merupakan marka bialel yang hanya memiliki PIC maksimal 0,50. Nilai heterozigositas seluruh primer adalah 0 karena hanya menggunakan primer alternate saja. Untuk mendeteksi heterozigositas harus menggunakan primer alternate dan reference. Analisis kekerabatan berdasarkan marka SNAP menunjukkan bahwa genotipe unggul nasional cenderung mengelompok pada klaster 1 dan sebagian di klaster 2, sedangkan genotipe introduksi cenderung mengelompok pada klaster 3-7 dan sebagian di klaster 2. Pengelompokan genotipe unggul di klaster 1 dan 2 kemungkinan disebabkan genotipe unggul dibentuk dari sumber genetik yang relatif sama sehingga keragamannya menjadi sempit. Genotipe introduksi tersebar diseluruh klaster menunjukkan tingginya keragaman genetik yang dimiliki. Secara umum, antara genotipe unggul nasional dengan genotipe introduksi cenderung mengelompok pada klaster berbeda. Pada penelitian ini diketahui terdapat banyak genotipe yang memiliki kesamaan genetik mencapai 1,00. Hal tersebut dikarenakan marka SNAP yang digunakan hanya 10 primer sehingga kurang mampu membedakan antar genotipe.