Tradisi Garap Sebagai Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian Pada Masyarakat Hukum Adat Sasak Di Lombok Tengah
Main Author: | Nirmala, Atika Zahra |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/5414/ |
Daftar Isi:
- Pada tesis ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai tradisi garap sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum AdatSasak di Lombok Tengah. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh adanya mekanisme penyelesaian tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum Adat Sasak di Bunkate yang disebut dengan garap.Garap adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan atau sekelompok masyarakat untuk menentukan siapa yang salah dan benar dalam hal mempertahankan hak milik seseorang maupun orang banyak dengan jalan minum air tanah kuburan wali Nyatuk Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah: (1)Bagaimana makna tradisi garap sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum Adat Sasak? (2) Bagaimana mekanisme garap dalam menyelesaikan tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum Adat Sasak? (3) Bagaimana kekuatan putusan penyelesaian tindak pidana pencurian melalui garap? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan penelitian empiris dengan metode pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan kasus. Adapun lokasi penelitiannya adalah di desa Bunkate Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah. Adapun data yang diperoleh penulis yang terdiri dari data primer dan sekunder akan dianalisis menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna garap ialah suatu mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum Adat Sasak khususnya dalam tindak pidana pencurian dimana landasan filosofinya untuk mengembalikan keseimbangan magis dan spritual dalam masyarakat yang dalam prosesnya menggunakan sumpah. Mekanisme garap dalam menyelesaikan tindak pidana pencurian pada masyarakat hukum Adat Sasak dimulai dengan adanya pengaduan, pengumuman pelaksanaan, pengambilan tanah kuburan, sholat gaib, pembacaan yasin, mangku memulai ritual meminum air tanah wali Nyatuk.Adapun kekuatan putusan penyelesaian tindak pidana pencurian melalui garapini bersifat mengikat dan memaksa. Bahwa putusan tersebut mengikat semua warga masyarakat desa Bunkate dan harus dipatuhi, dikatakan memaksa karena hal tersebut bersifat wajib dan harus dilaksanakan oleh masyarakat jika tidak maka akan mendapatkan sanksi. Adapun apabila suatu kasus pencurian telah diselesaiakan melalui garap maka tidak boleh diteruskan lagi kepada pihak berwajib cukup sampai garap saja.Saran penulis bagi masyarakat desa Bunkate untuk tetap mempertahankan tradisi garap karena merupakan hukum asli suku Sasak dan garap sangat efektif untuk menyelesaikan kasus pencurian dimana terbatasnya saksi maupun alat bukti dan bagi pemerintah provinsi untuk menjadikan desa Bunkate sebagai desa percontohan desa yang masih mempertahankan hukum Adatnya sehingga desa-desa yang ada di lombok khususnya yang masih mempertahankan hukum Adat dapat mencontoh desa tersebut dalam penyelesaian tindak pidana pencurian melalui garap. Mengingat tidak semua desa yang masih mempertahankan hukum Adatnya menyelesaikan kasus pencurian melalui garap dan nilai-nilai hukum Adat yang telah diakomodir dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum pidana hendaknya dipertahankan terutama dalam hal sanksi yang berupa pemenuhan kewajiban Adat dan juga dalam gugurnya kewenangan penuntutan karena adanya penyelesain di luar proses peradilan