Konflik Penguasaan Lahan Ulayat (Studi Kasus Sengketa Penguasaan lahan di kabupaten Batanghari, Jambi anatar Suku Anak Dalam, Warga dan PT. Asiatik)
Main Author: | Ginting, Ekyn Prananta |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/5141/ |
Daftar Isi:
- Pengelolaan sumber daya alam di berbagai tempat dalam perkembangannya sering menimbulkan konflik, Konfik Agraria adalah konflik yang paling sering terjadi, Di Propinsi Jambi tepatnya di Kabupaten Batanghari terdapat sekelompok Masyarakat Hukum Adat yang mendiami tanah hak Ulayat yaitu Suku Anak Dalam. Sejak bedirinya PT Bangun Desa Utama, sekarang bernama PT Asiatic Persada, muncul sengketa kepemilikan tanah Ulayat. HGU yang dimiliki oleh PT Asiatic Persada ternyata berada di atas tanah Ulayat Suku Anak Dalam (SAD) hal ini mengakibatkan sengketa selama bertahun-tahun antara kedua belah pihak. Masalah konflik sengketa lahan yang terjadi di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi ini sudah berlangsung selama 27 tahun antara masyarakat Suku Anak Dalam (SAD), Masyarakat Batanghari dan dengan PT. Asiatik Persada. Dalam izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. Asiatik Persada memiliki kewajiban melepaskan lahan perladanagan, pemukiman, semak belukar milik masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) seluas 3.550 Ha, namun selama ini lahan tersebut diklaim oleh pihak perusahan sebagai milik perusahan dan sejak berdirinya PT. Asiatik Persada dirasakan oleh masyarakat tidak memberikan manfaat malah menjadi awal konflik sengkata dan tindak kekerasan serta pelanggaran HAM terhadap masyarakat. Masyarakat yang biasa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan mengambil hasil hutan malah dituduh mengambil dan mencuri dihutan milik PT. Asiatik Persada. Kasus sengketa tanah adat antara masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) dengan PT. Asiatik Persada yang berlangsung lebih dari 27 Tahun belum mendapatkan jalan keluar yang berarti, proses perdamaian yang difasilitasi oleh pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tidak membuahkan hasil yang maksimal, pengaduan dan aksi demontrasi dari masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) yang meminta tanah adat mereka kembali dan meminta perlindungan hukum atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh PT. Asiatik Persada seperti tidak mendapatkan tanggapan serius. Hingga akhirnya dibentuknya Tim Terpadu sesuai dengan SK Bupati Kabupaten Batanghari yang melibatkan pihak yang berkonflik, lembaga adat, unsur Badan Pertanahan, Pengadilan Negeri, Kejaksaan Negeri, Kepolisian, pemerintah daerah dan perguruan tinggi.