Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanaman Pionir Parasponia andersonii dan Trema Orientalis di Lereng Gunung Kelud

Main Author: Ramadhan Kiswara, Iqbal
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/4652/
Daftar Isi:
  • Gunung berapi Kelud (Kabupaten Kediri Jawa Timur) mengalami erupsi yang kedua kalinya pada tanggal 14 Februari 2014, mengeluarkan banyak material vulkanik umumnya berupa lava, batuan piroklastik, tepra, dan lahar. Dalam jangka waktu pendek kejadian tersebut merugikan petani di sekitarnya karena menyebabkan pemadatan di permukaan tanah, kekeringan dan miskin unsur hara terutama unsur N dan C. Guna memulihkan kembali kesuburan tanah akibat erupsi gunung Kelud tersebut, petani menambahkan bahan organik (BO) berupa sisa panen, kotoran hewan dan pupuk urea. Salah satu BO yang tersedia daerah erupsi Kelud adalah tanaman pionir yaitu Parasponia andersonii yang masih satu famili dengan tanaman anggrung (Trema orientalis). Parasponia banyak tumbuh di lereng atas yang miskin maupun di aliran lahar. Namun demikian studi laju dekomposisi dari kedua jenis BO tersebut masih belum banyak diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari laju dekomposisi BO dari tanaman pionir Parasponia andersonii dan Trema orientalis di berbagai kelas tutupan lahan yang terkena dampak abu vulkan Gunung Kelud. Penelitian dilakukan di Dusun Kutut, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2016. Ada 4 macam BO yang di uji: Parasponia andersonii, Trema orientalis, dibanding dengan Kakao (Theobroma cacao) dan Sengon (Paraserianthes falcataria). Kualitas BO dipilih berdasarkan kadar C total, N total, polifenol, dan lignin. Pengamatan di lapang berdasarkan teknik dari TSBF menggunakan litterbag (kantong kasa) berukuran 25x25 cm2. Jumlah BO yang dimasukan kedalam litterbag berdasarkan kadar N masing-masing BO. Litterbag diletakan dalam berbagai tingkat tutupan lahan: (a) Rapat, di lahan hutan produksi; (b) Agak rapat, dilahan semak, (c) Agak terbuka, lahan Agroforestri kopi, (d) Terbuka, dilahan budidaya semusim. Pengukuran BO yang tertinggal dalam litterbag dilakukan pada waktu 1,2,4,8, dan 12 minggu setelah aplikasi (MSA) maka dapat dihitung BO yang hilang. Hasil studi menunjukan bahwa dalam 12 MSA belum ada satupun dari BO yang diuji kehilangan berat mencapai 50%, kecuali BO Parasponia dan Trema di lahan tutupan rapat (hutan), dan BO Parasponia di lahan tutupan agak rapat (semak belukar). Berdasarkan besarnya BO yang hilang selam percobaan, terdapat 2 kelompok: (a) Laju dekomposisi tinggi adalah BO Parasponia dan Trema dengan rata-rata kehilangan berat 159 mg/minggu; (b) Laju dekomposisi rendah dengan rata-rata kehilangan berat 90 mg/minggu. Secara kuantitatif, laju dekomposisi BO ditunjukan dari nilai k atau umur paruh waktunya (1/k). Laju dekomposisi tertinggi terdapat pada tutupan lahan tertutup (Hutan produksi dan semak), kemudian diikuti oleh lahan terbuka di budidaya dan paling lambat di lahan agak terbuka di AF kopi. Laju dekomposisi di lahan hutan sama dengan lahan semak, umur paruh waktu BO parasponia dan Trema rata-rata 20 minggu, ii ii sedangkan BO kakao dan sengon lebih panjang rata-rata 50 minggu. Pada tutupan lahan terbuka dilahan budidaya, umur paruh waktu BO Parasponia dan Trema rata-rata 48 minggu dan 24 minggu; sedangkan BO sengon dan kakao sama dengan di kondisi tutupan tertutup rata-rata 50 minggu. Namun demikian pada kondisi lahan agak tertutup di AF kopi, umur paruh waktu BO Parasponia dan Trema rata-rata 30 minggu dan 34 minggu; sedangkan BO sengon dan kakao rata-rata 77 minggu dan 53 minggu. Perbedaan laju dekomposisi dari berbagai BO dan mungkin akan berpengaruh terhadap mineralisasi N dan ketersediaan N di tanah lapisan atas. Laju dekomposisi BO yang rendah di lereng Gunung Kelud bermanfaat sebagai penutup tanah untuk mengurangi evaporasi berlebihan di musim kemarau dan menekan limpasan permukaan dan erosi di musim penghujan.