Penerapan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Terkait Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pasif (Studi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur)
Main Author: | Hutagalung, Daniella |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/3383/1/Daniella%20Hutagalung.pdf http://repository.ub.ac.id/3383/ |
Daftar Isi:
- Pencucian uang secara sederhana diartikan sebagai suatu proses menjadikan hasil kejahatan yang dikonversi atau diubah ke dalam bentuk yang nampak sah agar dapat digunakan dengan aman. Tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang(selanjutnya disebut UU TPPU). Secara garis besar, Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut TPPU) diklasifikasikan menjadi TPPU aktif dan TPPU pasif. Perbedaannya adalah, subyek yang aktif adalah orang yang melakukan, sedangkan yang pasif adalah orang yang menerima. Contoh kasusnya adalah Agung Budi, yang menerima dana dari Bambang Santoso, dana tersebut merupakan dana kredit dari Bank BTN KCP Blitar yang tidak digunakan sebagaimana mestinya. Agung membantu Bambang untuk memperoleh kredit dan meminta imbalan atas jasanya, sehingga Agung dikenai Pasal 5 UU TPPU. Dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk meneliti terkait bentuk pertanggungjawaban pidana bagi pelaku pasif tindak pidana pencucian uang dan kendala yang dihadapi oleh jaksa di kejaksaan tinggi jawa terkait tindak pidana pencucian uang terhadap pelaku pasif. Bentuk pertanggung jawaban pidana bagi pelaku tindak pidana pasif adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun apabila yang melakukan tindak pidana tersebut adalah perseorangan tetapi bila yang melakukan tindak pidana tersebut korporasi maka pertanggungjawaban bagi pelaku korporasi adalah Pidana pokok yang dijatuhkan adalah pidana denda paling banyak seratus miliar rupiah. Setiap pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana dalam proses di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selalu beriringan dan senada dengan proses peradilan dan fakta fakta hukum yang terjadi dilangan sehingga dalam setiap putusan hakim dan penuntutan jaksa terhadap perkara pencucian uang oleh pelaku pasif selalu berbeda beda. Kendala yang terjadi dan dihadapi oleh jaksa di kejaksaan tinggi jawa terkait tindak pidana pencucian uang terhadap pelaku pasif dapat dijadikan dalam dua faktor. Kendala Internal yang terdiri dari 2 jenis kendala yaitu kurangnya personil untuk menangani tindak pidana pencucian uang dan pembuktian untuk tidak pidana pencucian uang oleh pelaku pasif sulit untuk dilakukan. Kendala eksternal terdiri dari 3 jenis kendala yang muncul bagi jaksa dalam menangani perkara tindak pidana pencucian uang oleh pelaku pasif yaitu : peraturan perundang undangan yang kurang memberikan pengaturan untuk tindak pidana pencucian uang untuk pelaku pasif. Jangka waktu proses penanganan tindak pidana yang kurang , dan koordinasi dengan instansi lain seperti Kepolisian, PPATK dan Penyidik yang sulit dilakukan apabila menangani perkara tindak pidana pencucian uang oleh pelaku pasif.