Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Jual Beli Melalui Pembayaran Dengan Menggunakan Bilyet Giro (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jombang Nomor 15/Pdt/G/2014/Pn.Jmb)

Main Author: Hartatik, -
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/2667/1/BAGIAN%20DEPAN.pdf
http://repository.ub.ac.id/2667/2/BAB%20I%20HABIS%20KOMPRE.pdf
http://repository.ub.ac.id/2667/3/BAB%20II%20HABIS%20KOMPRE.pdf
http://repository.ub.ac.id/2667/4/BAB%20III%20HABIS%20KOMPRE.pdf
http://repository.ub.ac.id/2667/5/BAB%20IV%20HABIS%20KOMPRE.pdf
http://repository.ub.ac.id/2667/6/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
http://repository.ub.ac.id/2667/
Daftar Isi:
  • Jual beli merupakan suatu perjanjian konsensuil, yang artinya adalah ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuataan hukum) pada detik tercapainya sepakat penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok (essential) yaitu barang dan harga. Kemudian salah satu sifat yang penting lagi dari jual beli menurut sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya "Obligatoir" saja, artinya jual beli itu belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak, yaitu memberikan kepada si pembeli hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang dijual. Keadaan tersebut menjadi berbeda ketika objek jual beli adalah berupa tanah, karena hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat, dimana apa yang dimaksud dengan jual beli bukan merupakan perbuatan hukum berupa perjanjian obligatoir. Jual beli tanah dalam hukum adat merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang harus memenuhi tiga (3) unsur yaitu : tunai, terang dan riil atau nyata sehingga jual beli tanah harus dilakukan dengan tunai/lunas dan pada saat itu pula penyerahan barang dilakukan. Jual beli tanah yang pembayarannya dengan menggunakan Bilyet Giro terdapat keraguan tentang keabsahannya karena walaupun secara formalitas bisa dikatakan lunas, akan tetapi sifat Bilyet Giro adalah mempunyai jangka waktu yang baru dapat diuangkan setelah jatuh tempo, sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa peralihan hak atas tanah dengan jual beli melalui pembayaran dengan menggunakan bilyet giro. Berdasarkan latar belakang tersebut muncul rumusan masalah yaitu : Bagaimana keabsahan peralihan hak atas tanah dengan jual beli melalui pembayaran dengan menggunakan bilyet Giro menurut Putusan Pengadilan Nomor : 15/Pdt.G/2014/PN.JMB tanggal 14 Oktober 2014 dan Bagaimanapenyelesaiannya apabila peralihan hak atas tanah dengan menggunakan bilyet Giro telah terjadi menurut Putusan Pengadilan Nomor : 15/Pdt.G/2014/PN.JMB tanggal 14 Oktober 2014. Metode yang digunakan untuk meneliti permasalahan tersebut adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan undang – undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) untuk menelaah peraturan perundang – undangan yang terkait dengan isu hukum yang sedang dikaji. Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan hasil bahwa perbuatan jual beli tanah yang dilakukan oleh para pihak adalah tergantung pilihan hukum para pihak, yaitu memakai hukum adat atau menurut KUHPerdata, yang artinya akan ada perbedaan yang sangat prinsip dalam hal pembayaran, dimana hukum adat haruslah Tunai, Riil dan Terang sedangkan dalam KUHPerdata adalah menurut kesepakatan para pihak. Pembayaran menggunakan bilyet giro secara formalitas bisa disebut lunas karena ada nilai tentang jumlah pembayaran yang telah disepakati, sedangkan secara faktanya tentang penerimaan uang pembayarannya baru bisa diterima dikemudian hari. Secara kepastian hukum tentang jual beli tanah yang mendasarkan pada asas hukum adat maka seharusnya jual beli tanah yang pembayarannya menggunakan giro tidak boleh dilakukan