Konstruksi Hukum Pengaturan Bank Tanah Untuk Mewujudkan Pengelolaan Aset Tanah Negara Yang Berkeadilan di Indonesia
Main Author: | Zahra,, Fatimah Al |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/2665/1/Fatimah%20Al-Zahra.pdf http://repository.ub.ac.id/2665/ |
Daftar Isi:
- Tesis ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis, serta menemukan suatu konstruksi hukum pengaturan bank tanah dalam rangka mewujudkan pengelolaan aset tanah negara yang berkeadilan di Indonesia, sehingga dapat memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum di masa yang akan datang. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini dilatarbelakangi oleh kompleksitas problematika penyediaan lahan untuk pembangunan demi kepentingan umum yang disebabkan oleh pergeseran makna dan nilai tanah, sebagai akibat dari berkembangnya ideologi ekonomi kapitalis di Indonesia. Rakyat cenderung tidak mau melepaskan tanah yang dimilikinya untuk pembangunan berbagai sarana dan prasarana kepentingan umum dengan dalih bahwa harga yang ditetapkan oleh pemerintah terlalu rendah. Terdapat banyak kasus penolakan dari warga terdampak pengadaan tanah yang keberatan untuk melepaskan hak atas tanah yang dimilikinya karena besaran ganti rugi yang diberikan dianggap tidak adil. Sebagai suatu badan yang tugas utamanya adalah mencadangkan tanah untuk pemeritah yang diperoleh dengan harga yang relatif murah sebelum adanya kebutuhan, maka nampaknya bank tanah dapat menjadi salah satu alternatif pengadaan tanah nirkonflik yang dapat diterapkan di Indonesia. Melalui proses analisis yang dilakukan, peneliti memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa: Pertama, mengenai konsep bank tanah secara umum dapat dipahami melalui 4 (empat) indikator, yakni (1) regulasi, (2) jenis, (3) pihak-pihak, dan (4) mekanisme penyelenggaraan. Penerapan keempat indikator tersebut dapat berbeda-beda di setiap negara, karena disesuaikan dengan ideologi, sistem hukum, dan kondisi sosial ekonomi dari masing-masing negara. Urgensi penerapan konsep bank tanah di Indonesia dapat dilihat dari beberapa manfaat yang akan didapat, di antaranya: menyediakan stok tanah pemerintah untuk berbagai keperluan pembangunan di masa depan, menghemat dana APBN/ APBD, mengurangi konflik dalam proses pembebasan tanah, dan mengurangi dampak buruk liberalisasi tanah, termasuk juga membatasi ruang gerak para spekulan dan mafia tanah. Kedua, mengenai perbandingan terhadap penerapan konsep bank tanah di Belanda dan Amerika Serikat yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai konsep bank tanah, sehingga nantinya vi dapat menjadi pertimbangan hukum yang akan berguna untuk merumuskan pengaturan bank tanah di Indonesia. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan dalam penerapan bank tanah di antara kedua negara tersebut. Ketiga, mengenai konsep bank tanah dalam sistem hukum agraria Indonesia, maka landasan konstitusional bagi pelaksanaannya dapat ditemukan dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 2 Ayat (2) UUPA. Kemudian kedua pasal tersebut melahirkan konsep HMN dan fungsi sosial tanah yang menjadi dasar penyelenggaraan bank tanah. Pemerintah dapat mengadakan kegiatan bank tanah dengan membentuk lembaga bank tanah publik secara independen yang tetap mengacu pada hukum positif dan kebijakan pertanahan di Indonesia. Kebijakan pertanahan yang dimaksud menurut konstitusi nasional adalah mencakup pengaturan berbagai aspek pertanahan yang telah termuat dalam UUPA dan piranti strategis lain, di antaranya adalah aspek hukum, aspek tata ruang dan aspek pajak. Selain ketiga aspek tersebut, juga terdapat aspek lain dalam kebijakan pertanahan yang berkaitan dengan pengaturan bank tanah, di antaranya aspek pembaruan agraria, penataan ruang, penanganan tanah terlantar, dan kerja sama antar sektor-sektor pembangunan. Adapun jenis bank tanah yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia adalah bank tanah publik. Dalam hal ini, peneliti merekomendasikan agar badan pembentuk undang-undang (DPR RI bersama-sama Presiden RI) segara membentuk peraturan mengenai bank tanah yang setingkat undang-undang. Peraturan yang dimaksud mengatur jenis, kelembagaan (berkaitan juga dengan skema pembiayaan) dan mekanisme penyelenggaraan bank tanah. Jika peraturan mengenai bank tanah telah dibentuk, selanjutnya Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang, perlu segera membentuk Satuan Kerja Bank Tanah terlebih dahulu, lalu diusulkan untuk menjadi Badan Layanan Umum (BLU) Bank Tanah. Keempat, mengenai konstruksi hukum pengaturan bank tanah sebagai upaya untuk mewujudkan pengelolaan aset tanah negara yang berkeadilan dapat tercapai dengan membentuk suatu regulasi setingkat undang-undang. Nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum dalam penyelenggaraan bank tanah harus dimasukkan dalam asas dan norma hukum pada muatan rancangan undangundang yang akan disusun. Untuk menjamin tercapainya tujuan dari pembentukan bank tanah yang memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, maka Pemerintah perlu segera membentuk badan pengawas tersendiri yang secara khusus bertugas untuk mengawasi lembaga bank tanah di Indonesia.