Daftar Isi:
  • Bencana muncul ketika ancaman bertemu dengan masyarakat rentan yang mempunyai kemampuan rendah atau tidak mempunyai kemampuan untuk menanggapi ancaman itu. Kesiapsiagaan adalah fase yang paling kritis dalam rentang manajemen bencana, ketidakadekuatan perencanaan kesiapsiagaan dalam bencana telah menciptakan situasi yang kritis, meningkatkan penderitaan korban yang selamat dan hilangnya nyawa. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan keluarga menghadapi dampak bencana di Kota Ternate. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan Cross sectional study. Responden pada penelitian ini adalah 113 Kepala Keluarga (KK) dengan menggunakan systematik random sampling. Penelitian ini dilaksanakan di empat Kelurahan yaitu Kelurahan Tubo, Kelurahan Maliaro, Kelurahan Toboko, dan Kelurahan Loto. Hasil uji Chi-square menunjukan terdapat hubungan yang bermakna pengetahuan (p=0.005), sikap (p=0.000) dan modal sosial (p=0.000) terhadap kesiapsiagaan keluarga menghadapi dampak bencana di kota Ternate. Hasil uji regresi logistik dapat dilihat menunjukan bahwa modal sosial mempunyai kekuatan hubungan yang paling kuat (p=0.022, OR= 2.725) dibanding sikap (p=0.025, OR= 2.680) dan pengetahuan (p=0.041, OR=2.520). Hasil ini menunjukan ada hubungan posistif antara pengetahuan, sikap dan modal sosial keluarga dalam menghadapi dampak bencana di Kota Ternate. Artinya semaik baik pengetahuan, sikap dan modal sosial maka akan meningkatkan kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi dampak bencana. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dan bahan referensi bagi layanan keperawatan bencana serta dijadikan dasar bagi pemerindah daerah untuk mendorong sikap positif keluarga terhadap kesiapsiagaan dengan memanfaatkan modal sosial sebagai komponen penting dan memanfaatkan kohesi sosial dan jaringan sosial dalam perencanaan dan pengelolaan bencana, sehingga keluarga akan bersiap menghadapi bencana. Menghilangkan hambatan kesiapsiagaan bencana seperti kurangnya pengetahuan dan pendidikan kesiapsiagaan bencana, sikap negatif terhadap kesiapsiagaan, kurangnya partisipasi, penilaian risiko yang tidak realistis dengan pelatihan dan kampanye kesiapsiagaan bencana.