Perbandingan Otentisitas Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Yang Dibuat Di Hadapan Notaris Dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Main Author: Kurniawan, Erma Zulfa
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/2529/1/Kurniawan%2C%20Erma%20Zulfa.pdf
http://repository.ub.ac.id/2529/
Daftar Isi:
  • Notaris mempunyai kewenangan membuat akta otentik salah satunya membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam aturannya diketahui berwenang khusus membuat akta otentik tentang pertanahan pula. Kedua pejabat tersebut mempunyai kewenangan sama sebagaimana terdapat dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan bahwa Notaris atau PPAT berwenang membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). SKMHT Notaris bentuknya ditentukan oleh Undang-undang Jabatan Notaris dan SKMHT PPAT bentuknya ditentukan oleh Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional. Bentuk SKMHT harus berupa akta otentik untuk itu harus memenuhi pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Karena SKMHT Notaris dan PPAT dasar hukum pembuatannya berbeda maka dari itu perlu adanya penelitian untuk mengkaji tentang otentisitas SKMHT yang dibuat kedua pejabat tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan menggunaka pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan analisis (analytical approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach). Dalam penelitian ini, bahan hukum yang menjadi acuan penulis adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui dokumentasi dan studi kepustakaan dan teknik analisis bahan hukum dengan menggunakan interpretasi sistematis. Hasil penelitian menyatakan bahwa SKMHT yang dibuat di hadapan Notaris merupakan akta otentik dan SKMHT yang dibuat di hadapan PPAT kehilangan otentisitasnya karena tidak memenuhi unsur dari Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata sehingga PPAT dapat dikenakan tanggung jawab hukum atas SKMHT yang dibuatnya dengan menggunakan prinsip tanggung jawab Liability based on fault, sehingga para pihak terkait SKMHT tersebut dapat menuntut ganti rugi ketika terbukti kesalahan dari PPAT. Akibat hukum hilangnya otentisitas dari SKMHT maka SKMHT tersebut batal demi hukum dan SKMHT tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh para pihak yang terkait.