Hegemoni Kolonial terhadap Pribumi dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer
Main Author: | Ningrum, Ninda Febria |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/212/1/NINDA%20FEBRIA%20NINGRUM.pdf http://repository.ub.ac.id/212/ |
Daftar Isi:
- Novel Bumi Manusia merupakan seri pertama Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer yang mengangkat kisah perjuangan hak dan martabat pribumi di tengah hegemoni kolonial di Hindia Belanda. Hegemoni merujuk pada pengertian adanya sebuah kepemimpinan moral dan intelektual dari suatu negara terhadap negara lain. Hegemoni dapat diwujudkan melalui berbagai sarana seperti lembaga-lembaga maupun manifestasi perorangan. Novel Bumi Manusia memotret kisah-kisah yang menunjukkan adanya hegemoni yang mengekang masyarakat Hindia Belanda pada abad ke-20. Tokoh Minke, Nyai Ontosoroh, dan Annelies ialah tokoh-tokoh utama sebagai subjek yang terhegemoni. Penelitian ini bermaksud menjawab rumusan masalah yaitu (1) bagaimana praktik hegemoni kolonial dalam novel Bumi Manusia, dan (2) bagaimana wujud resistensi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pribumi dalam menghadapi hegemoni kolonial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan fenomena yang dianalisis dengan jelas dan sistematis. Penelitian deskriptif secara tekstual digunakan karena penelitian ini menganalisis novel Bumi Manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hegemoni kolonial dapat berupa hegemoni negara dan hegemoni individu. Hegemoni negara yang menyerang pribumi dipraktikan melalui (1) hukum sebagai alat legitimasi rasisme, (2) sekolah menjadi sarana hegemoni dalam dunia pendidikan. Hegemoni juga dapat hadir melalui manifestasi perorangan, yaitu (1) kekuasaan feodalisme dalam pabrik, dan (2) penghinaan atas identitas pribumi. Resistensi yang dilakukan tokoh Minke dan Nyai Ontosoroh adalah tolak ukur adanya perlawanan dan pengangkatan harkat martabat pribumi pada masa kolonial. Pribumi mampu mendapat tempat dan tidak lagi tertindas apabila dalam dirinya telah tersemai mentalitas untuk melawan. Dalam diri pribumi harus tertanam penolakan atas penghinaan-penghinaan dan label buruk yang melekat pada identitas ke-pribumiannya. Maka, melawan tanpa peperangan fisik pun dapat dilakukan untuk memenangkan hak dan kehormatan pribumi.