Daftar Isi:
  • Kode Etik Wartawan Indonesia salah satunya mengatur bahwa wartawan memiliki keharusan untuk menghormati asas praduga tak bersalah. Namun dalam praktiknya, ketika wartawan melakukan pemberitaan perkara pidana, tidak sepenuhnya menghormati asas praduga tak bersalah. Hal ini dapat dicontohkan pada pemberitaan kasus Jessica Kumala Wongso. Selain itu, sampai saat ini tidak ada peraturan yang mengatur secara khusus untuk wartawan selain pada kode etik, jika muncul sebuah pelanggaran penghormatan terhadap asas praduga tak bersalah. Permasalahan muncul ketika wartawan banyak dikriminalisasi dengan pasal 310 (2) KUHP. Berdasarkan hal tersebut diatas, tesis ini mengangkat rumusan masalah : (1) Bagaimanakah asas yang seharusnya dipakai wartawan sebagai landasan untuk mempublikasikan perkara pidana? (2) Bagaimanakah implikasi hukum apabila publikasi perkara pidana oleh wartawan bertentangan dengan asas praduga tak bersalah? Metode yang digunakan untuk penelitian ini studi kepustakaan yang menggunakan pendekatan kasus, perundang-undangan dan konsep. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis, kemudian dianalisis menggunakan teknik interpretasi gramatikal dan sistematis. Dari penelitian ini diketahui bahwa asas yang seharusnya dipakai wartawan sebagai landasan untuk mempublikasikan perkara pidana yaitu asas praduga bersalah. Namun, penggunaan asas praduga bersalah ini harus tetap pada koridor asas praduga tak bersalah guna menghindari terjadinya trial by press. Sebagai akibat dari penggunaan asas praduga bersalah dengan tidak pada koridor asas praduga bersalah, wartawan seringkali dianggap melakukan penghinaan/pencemaran yang oleh aparat penegak hukum selalu dikaitkan dengan KUHP pasal 310 ayat (2) sebagai delik pers. Sampai saat ini belum ada pengaturan hukum mengenai wartawan yang melakukan pelanggaran terhadap penghormatan asas praduga tak bersalah yang berimplikasi hukum pada penghinaan/pencemaran.