Penggolongan Penduduk Dalam Pembuatan Surat Keterangan Waris Terkait Pendaftaran Hak Atas Tanah Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

Main Author: Sari, Ni Ketut Novita
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2017
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/201/1/BAGIAN%20DEPAN.pdf
http://repository.ub.ac.id/201/2/BAB.I.pdf
http://repository.ub.ac.id/201/3/BAB.II.pdf
http://repository.ub.ac.id/201/4/BAB.III.pdf
http://repository.ub.ac.id/201/5/BAB.IV.pdf
http://repository.ub.ac.id/201/6/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
http://repository.ub.ac.id/201/
Daftar Isi:
  • Penggolongan Penduduk dalam pembuatan surat keterangan waris di Indonesia masih terjadi meskipun seharusnya dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Maka muncul permasalahan Mengapa masih ada penggolongan penduduk dalam pembuatan Surat Keterangan Waris terkait pendaftaran hak atas tanah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan bagaimana kekuatan hukum akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh Notaris, Surat Keterangan Ahli waris yang dibuat oleh ahli waris dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat, dan Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan terkait pendaftaran hak atas tanah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normative dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan historis. Kemudian bahan-bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis dan dikaji keterkaitannya satu sama lain selaian itu dalam pengolahan data digunakan pula interpretasi gramatikal dan interpretasi historis. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa, penggolongan penduduk dalam pembuatan surat keterangan waris masih terjadi karena politik hukum dari pemerintahan Kolonial Belanda, serta keberlakuan asas konkordansi ketentuan tersebut semata-mata untuk mengisi kekosongan hukum (rechtvacuum), dan berdasarkan pada Pasal II aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Dan kekuatan hukum surat keterangan waris sebagai suatu alat bukti perdata memiliki perbedaan sesuai dengan bentuknya masing-masing, sehingga yang paling tepat untuk digunakan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia adalah akta otentik yang dibuat oleh Notaris, karena memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.Serta dasar hukum notaris membuatnya sebagai dasar kewenangan jelas dan sesuai dengan kepastian hukum.