Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Ambulans Public Safety Center (PSC) 119 Kabupaten Bantaeng

Main Authors: Mudatsir, Satrial, Prof. Dr. Titin Andri Wihastuti, S.Kp.,M.Kes, Ns. Suryanto, S.Kep.,M.Nurs.,Ph.D
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2022
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/196293/1/Satrial%20Mudatsir.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/196293/2/Satrial%20Mudatsir.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/196293/
Daftar Isi:
  • Pelayanan kegawatdaruratan prehospital adalah salah satu dalam bidang utama pelayanan kesehatan, yang menyediakan layanan kegawatdaruratan untuk pasien yang mengalami sakit akut, kritis atau cedera di luar rumah sakit. Pelayanan prehospital lebih sering dilakukan oleh tim Emergency Medical Services (EMS), sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan yang lebih cepat datang ke lokasi kejadian, baik dalam kondisi kegawatdaruratan sehari-hari ataupun pada kejadian bencana. Asosiasi Ahli Bedah Indonesia pertama kali membentuk layanan prehospital di Indonesia pada tahun 1969. Lalu kemudian pada tahun 1990 terbentuk layanan serupa dengan nama ambulans 118, akan tetapi pemerintah pusat kurang memberikan perhatian dan dukungan, sehingga layanan ini tidak mengalami perkembangan. Layanan prehospital baru kemudian disahkan oleh Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 19 tahun 2016 mengenai Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang dikenal dengan layanan kegawatdaruratan medik 119. Layanan prehospital dalam implementasinya berusaha untuk menciptakan dan memelihara budaya keselamatan pasien yang positif dan merupakan aspek penting untuk mengurangi kesalahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien. Beberapa penelitian telah mengevaluasi penerapan budaya keselamatan dalam layanan prehospital yang mengacu pada perawatan medis yang diberikan oleh perawat ambulans di lingkungan dengan tingkat stres tinggi, peka waktu dan rawan kesalahan. Beberapa kesalahan yang sering terjadi diantaranya, kesalahan dalam mendiagnosis tanda dan gejala pasien serta tindakan yang tidak sesuai dengan protokol pengobatan dan perawatan standar. Penerapan dari budaya keselamatan pasien dalam pelayanan prehospital dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu kerjasama antar tim dalam melaksanakan tugas, iklim keselamatan yang diterapkan dalam organisasi, persepsi dan dukungan manajemen untuk keselamatan pasien, kepuasaan kerja, lingkungan pekerjaan dan pengenalan stress perawat ambulans. Penelitian yang dilakukan di PSC 119 Kabupaten Bantaeng dengan tujuan untuk menilai faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan penerapan budaya keselamatan pada pasien oleh perawat ambulans PSC 119 Kabupaten Bantaeng yang terdiri dari kerjasama tim, iklim keselamatan, persepsi dan dukungan manajemen, kepuasan kerja, lingkungan kerja dan pengenalan stres perawat. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional. Populasi dari penelitian ini berjumlah 80 orang perawat kesehatan dan pengambilan sampel menggunakan teknik Total Sampling, sehingga seluruh perawat PSC 119 yang melakukan pelayanan langsung kepada pasien menjadi sampel pada penelitian ini. Pengambilan data penelitian berlangsung pada bulan April 2022. Peneliti menggunakan dua kuesioner yang bersumber dari Emergency Medical Services-Safety Attitudes Questionnaire (EMS-SAQ) yang berjumlah 57 item pernyataan dan Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPSC) yang berjumlah 16 item pernyataan. Item dari pernyataan ini diterjemahkan dari Bahasa Inggris menjadi Bahasa Indonesia oleh peneliti untuk dijadikan instrumen penelitian. Penilaian Jawaban pernyataan menggunakan skala likert 5 poin. Kuesioner ini telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada 27 orang perawat di PSC 119 Kabupaten Bulukumba dan dinyatakan valid untuk digunakan, dengan nilai r hitung > dari r tabel (0,381) pada variabel independen r hitung sebesar 0,998 dan r hitung pada variabel dependen sebesar 0,975, sedangkan uji reliabilitas didapatkan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,675 (> 0,60) dan dianggap reliabel untuk dipakai dalam melakukan penelitian. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik demografi responden dan analisis tiap variabel berdasarkan nilai mean, median, nilai tertinggi dan terendah tiap variabel. Hasil Analisis bivariat ditemukan ada hubungan positif yang sedang (p = 0,000) antara kerjasama tim dengan penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat ambulans dengan nilai koefisien 0,484.Iklim keselamatan memiliki hubungan positif yang sedang (p=0,000) dengan penerapan budaya keselamatan pasien dengan nilai koefisien 0,447. Persepsi dan dukungan manajemen memiliki hubungan positif yang sedang (p=0,000) dengan penerapan budaya keselamatan pasien dengan nilai koefisien 0,548. Kepuasan kerja memiliki hubungan positif yang lemah (p=0,019) dengan penerapan budaya keselamatan pasien dengan nilai koefisien 0,263. Lingkungan kerja memiliki hubungan positif yang kuat (p=0,000) dengan penerapan budaya keselamatan pasien dengan nilai koefisien 0,602. Pengenalan stres memiliki hubungan positif yang kuat (p=0,000) dengan penerapan budaya keselamatan pasien dengan nilai koefisien 0,686. Analisis multivariat menunjukkan hasil bahwa pengenalan stres mempunyai pengaruh paling dominan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan nilai B sebesar 1,119. Uji statistik Anova ditemukan nilai r square sebesar 0,714 (71,4%) sehingga dapat diartikan bahwa seluruh variabel independen secara bersama-sama dapat memprediksi penerapan budaya keselamatan pasien sebesar 71,4%, dan sisanya sebanyak 28,6% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Pengenalan stres menjadi variabel yang memiliki hubungan paling dominan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan nilai koefisien regresi (B) sebesar 1,119. Terdapat banyak faktor yang dapat memicu munculnya stres kerja bagi perawat ambulans misalnya kurangnya pengetahuan tentang triase, menghadapi pasien yang mengancam jiwa serta ketidakmampuan menjalin komunikasi yang efektif dengan pasien dan keluarganya. Konsekuensi dari stres kerja di antara perawat dapat mengakibatkan peningkatan iritabilitas, kelelahan emosional, penurunan kepuasan kerja dan kinerja yang buruk, sehingga berpengaruh pada keselamatan pasien. Institusi penyedia layanan kesehatan pre-hospital sebaiknya sering melakukan evaluasi tentang cara peningkatan penerapan budaya keselamatan pada pasien, melakukan identifikasi penyebab dari munculnya stres kerja dari perawat ambulans serta memberikan pendampingan psikologis, sehingga perawat ambulans dapat dengan mudah mengatasi masalah stres yang dihadapi sehingga tidak mempengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien dan penerapan budaya keselamatan pasien yang menjadi fokus pelayanan semakin meningkat. Penelitian ini telah menghasilkan persamaan Y= 8,887 + 0,695 (kerjasama tim) + 0,379 (iklim keselamatan) + 1,119 (pengenalan stres perawat) + 0,042 (persepsi dan dukungan manajemen) + 0,039 (lingkungan kerja) – 0,396 (kepuasan kerja). Kerjasama tim, iklim keselamatan, pengenalan stres perawat, persepsi dan dukungan manajemen serta lingkungan kerja memiliki hubungan positif (searah) dengan penerapan budaya keselamatan pasien yang artinya jika varibel independen mengalami peningkatan maka variabel dependen juga akan ikut meningkat, sementara kepuasan kerja memiliki hubungan negatif (berlawanan arah) dengan penerapan budaya keselamatan pasien, yang artinya jika varibel independen mengalami peningkatan, maka varibel dependen justru akan mengalami penurunan. Harapan bahwa penelitian ini menjadi gambaran bagi masyarakat mengenai penerapan budaya keselamatan pada pasien di layanan prehospital dan dapat dijadikan sebagai rujukan oleh organisasi pelayanan kesehatan khususnya pelayanan ambulans untuk meningkatkan pelayanan yang berfokus pada keselamatan pasien.