Proses Pembentukan Resiliensi Remaja di Pondok Pesantren Selama Pandemi COVID-19 (Grounded Theory). Tugas Akhir, Program Studi Magister Keperawatan (Keperawatan)

Main Authors: Nirwana, Salwa, Dr. Ns. Heni Dwi Windarwati, M.Kep., Sp.Kep.J, Dr. Dra. Indah Winarni, M.A
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2022
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/196052/1/Salwa%20Nirwana.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/196052/
Daftar Isi:
  • Pandemi COVID-19 telah berdampak terhadap kehidupan pondok pesantren. Ketidakmampuan santriwati bertahan selama pandemi COVID-19 menyebabkan ketidakseimbangan kondisi psikososial. Bertahan di pondok pesantren bukanlah hal yang mudah, terlebih pada santri baru yang belum pernah mondok. Tingginya heterogenitas dan berlakunya aturan pandemi COVID-19 dapat merubah tradisi kepesantrenan, dalam hal ini menambah stresor yang dirasakan santriwati. Kurangnya kemampuan beradaptasi dalam menghadapi perubahan proses sosial di lingkungan baru, seringkali memicu masalah kesehatan jiwa. Permasalah tersebut terindentifikasi dengan munculnya kecemasan dan ketakutan akan bahaya COVID-19, kejenuhan pembelajaran tanpa tatap muka, keterasingan akibat pembatasan interaksi sosial dan segala dampak dari kebijakan penanganan COVID-19. Kompleksnya permasalahan tersebut tetap tidak mempengaruhi keputusan santriwati untuk tinggal dan menuntut ilmu di pondok pesantren. Problematikan pandemi COVID-19 di pondok pesantren dapat diminimalisir melalui pembentukan dan penguatan resiliensi diri. Resiliensi pada santriwati dapat membantu individu merespon fenomena krisis dengan adaptif. Perilaku resiliensi tergambar saat santriwati mampu menghadapi pandemi COVID-19, mampu memelihara keseimbangan emosi, dan mampu membangun hubungan yang positif. Penguatan resiliensi dapat ditingkatkan baik dalam level personal maupun sosial bersumber dari hubungan interpersonal yang sehat, komunikasi yang baik, praktik berbasis agama, pola pikir yang positif serta dukungan sosial yang kuat sebagai bentuk coping dan daya dukung dalam mengatasi kondisi pandemi COVID-19. Oleh karena itu, tujuan dari peneltian ini untuk mengetahui proses pembentukan resiliensi santri dalam mengatasi, mengendalikan, mengembalikan, dan menjangkau permasalah di pondok pesantren selama pandemi COVID-19. Desain penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Alasan pemilihan untuk mempermudah analisis dan eksplorasi terhadap proses sosial pada santriwati dalam proses pembentukan resiliensi diri selama tinggal di Pondok Pesantren dimasa pandemi COVID-19. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan purposive sampling berdasarkan pertimbangan tertentu. Santriwati yang memenuhi kriteria penelitian dan mewakili fenomena-fenomena yang telah dikonsepkan terdiri dari 7 orang dan bersedia untuk dilakukan wawancara mendalam. Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data dokumentasi dan teknik wawancara bersama partisipan dan pengurus pesantren. Teknik wawancara berdasarkan panduan pertanyaan semi terstruktur, voice recorder, field note atau catatan lapangan dengan tujuan melihat respon partisipan dan situasi selama pelaksanaan wawancara. Empat kriteria keabsahan data yang digunakan dalam penelitian yaitu nilai Credibility, Transferability, Dependability, dan Confirmability. Peneliti juga mengadopsi teori dari Glaser dan Strauss sebagai alur penelitian untuk mengkombinasikan teknik purposive sampling dan proses analisis CCA yang dilakukan secara bersama. Agar tidak melanggar hak-hak atau otonomi penelitian, etika penelitian yang digunakan mengandung prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak sampel, dan prinsip keadilan Hasil pembentukan resiliensi dalam penelitian ini didapatkan delapan tahapan dan satu kelompok komponen pembentuk resiliensi pada santriwati. Komponen pembentuk resiliensi menjadi unsur dari seluruh tahapan yang membentuk suatu sistem atau satu-kesatuan proses terbentuknya resiliensi. Kategori value of resilience merupakan satu kelompok komponen dari resiliensi yang tersusun atas sub kategori (1) Insight yaitu kemampuan berpikir santriwati terhadap kondisi diri dan lingkungan pesantren, (2) Inisiatif yaitu keputusan santriwati untuk bertahan dalam proses sosial yang mungkin menekan, (3) Moralitas yaitu kemampuan santriwati dalam menjalin hubungan interpersonal, dan (4) Integritas yaitu kemampuan memandang kebermanfaatan diri bagi kehidupan masyarakat diluar pesantren. Kebaruan proses pembentukan resiliensi pada santriwati dari teori Luthar, Masten, dan Ungar adalah dengan menambahkan nilai integritas. Setelah santriwati memiliki keempat value of resilience, tahapan proses pembentukan resiliensi di pondok pesantren selama pandemi COVID-19 dapat diusahakan terbentuk. Delapan tahapan tersebut dikelompokkan menjadi tiga fase yaitu fase pasif, fase aktif, dan fase integrasi. Fase pasif terbagi dalam tiga kategori yaitu gangguan emosi, pelecehan emosional, dan emosi menolak. Fase pasif diartikan sebagai respon diam dari santriwati dengan harapan orang lain dapat memahami kondisinya dan berkenan untuk mengurangi konfliknya. Fase aktif terbagi dalam dua kategori yaitu menggali kemampuan dan mencari dukungan. Fase aktif diartikan sebagai respon terbuka yang ditunjukkan santriwati melalui tindakan nyata dan dapat dilihat oleh orang lain sebagai bentuk pertahan diri. Fase integrasi terbagi dalam tiga kategori yaitu kondisi reframing, mengembangkan kemampuan adaptasi, dan mencapai keseimbangan. Fase integrasi ditandai dengan pemahaman santriwati dalam mengenal proses sosial yang terjadi di kepesantrenan dengan menggabungkan fase pasif dan fase aktif menjadi sebuah sistem. Berdasarkan proses pembentukan resiliensi yang telah didapatkan, faktor risiko krisis pada santriwati disebabkan karena aturan yang terlalu mengikat, kegiatan yang terlalu padat, hubungan sosial yang tidak sehat, kerinduan akan kampung halaman, dan keterbatasan aktivitas diluar pondok. Permasalah tersebut dapat diminimalisir dengan pembentukan proses resiliensi. Adapun sumber daya internal dan ekternal yang dapat meningkatkan kondisi resilien santriwati. Sumber daya internal tersebut seperti kemampuan melepaskan emosi, kemampuan menenangkan diri, dan keterampilan interpersonal diri. Sedangkan sumber daya kestrenal seperti dukungan kelompok, dukungan orang tua, dan dukungan kyai. Seluruh partisipan telah melewati ketiga fase proses pembentukan resiliensi. Maka dapat ditarik kesimpulan seluruh partisipan dalam peneltian mencapai kondisi resilien.