Kesesuaian Alasan Suami Hiperseksual Dalam Permohonan Izin Poligami Dengan Pasal 4 Ayat (2) Huruf A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Main Authors: Sulistyarin, -, Dr. Rachmi Sulistyarini,, S.H., M.H, Fitri Hidayat,, S.H., M.H
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195877/1/Sulistyarini%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195877/
Daftar Isi:
  • vi RINGKASAN Sulistyarini, Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, April 2020, Kesesuaian Alasan Suami Hiperseksual dalam Permohonan Izin Poligami dengan Pasal 4 Ayat (2) Huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Dr. Rachmi Sulistyarini, S.H., M.H., Fitri Hidayat, S.H., M.H. Penelitian ini didasari oleh adanya permohonan izin poligami ke Pengadilan Agama dengan alasan suami hiperseksual, yang oleh Hakim Pengadilan Agama permohonan poligami dengan alasan tersebut dalam putusannya dikabulkan sebab Hakim menimbang bahwa alasan tersebut menunjukkan isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya. Hakim menilai dalam permohonan tersebut isteri dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis suaminya, oleh karena suami mengalami gangguan hiperseksual, sehingga alasan tersebut dinyatakan oleh Hakim telah memenuhi salah satu alasan alternatif permohonan poligami yang terdapat pada Pasal 4 Ayat (2) Huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut Penulis menarik satu rumusan permasalahan yaitu apakah alasan suami hiperseksual dalam permohonan izin poligami sesuai dengan rumusan Pasal 4 Ayat (2) Huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan tersebut, Penulis menggunakan jenis penelitian Yuridis Normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelusuran bahan hukum dilakukan Penulis dengan penelitian kepustakaan untuk kemudian dianalisis menggunakan teknis analisis bahan hukum dengan penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis. Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan Penulis, maka Penulis memperoleh hasil bahwa hiperseksual merupakan suatu perilaku seksual kompusif yang berkaitan erat dengan kontrol terhadap dorongan seksual yang mana bagi penderita atau seseorang yang mengalaminya akan kesulitan mengontrol gairah seksual pada saat melakukan hubungan seksual. Perilaku ini oleh beberapa peneliti dikategorikan sebagai gangguan kesehatan mental dengan jenis gangguan kontrol impuls dan kecanduan. Permohonan izin poligami dengan alasan suami hiperseksual menurut Penulis tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) Huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, karena maksud rumusan Pasal 4 Ayat (2) Huruf a tersebut adalah isteri yang tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai isteri diakibatkan oleh kondisi isteri yang sudah tidak mampu melayani suami, baik disebabkan oleh kondisi isteri yang sudah lemah, perilaku isteri yang buruk atau isteri yang tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis suami akibat hal-hal yang berada pada diri isteri yang menyebabkan isteri tidak mau sama sekali atau lalai dalam menjalankan kewajibannya, bukan ketidakmampuan isteri untuk menjalankan kewajibannya yang disebabkan oleh masalah yang ada pada diri suami yaitu gangguan hiperseksual yang dialami suami.