Pengaturan Pengakuan Kembali Kewarganegaraan Exile Berdasarkan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik (Studi Komparasi Hukum Nasional Indonesia Dengan India Dan China)
Main Authors: | Rifqi, Muhammad Irfan Yusuf, Ikaningtyas,, S.H., LL.M., A.A.A. Nanda Saraswati,, S.H., M.H. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195830/1/Muhammad%20Irfan%20Yusuf%20Rifqi%20%282%29.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195830/ |
Daftar Isi:
- Pada skripsi ini, penulis mengangkat topik Pengaturan Pengakuan Kembali Kewarganegaraan Exile Berdasarkan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh adanya para mahasiswa ikatan dinas yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri pada tahun 1965 dicabut kewarganegaraannya secara sepihak oleh pemerintahan Orde Baru. Sehingga, mereka tidak dapat kembali lagi ke Indonesia dan menetap di negara lain karena tidak memiliki kewarganegaraan. Sampai saat ini, pemerintah Indonesia masih belum melakukan suatu upaya guna melakukan pertanggung jawaban terhadap exile yang telah dilanggar hak-haknya sebagai warga negara Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengangkat rumusan masalah: (1) Bagaimana negara lain seperti India dan China mengatur pengakuan kembali kewarganegaraan diaspora ( exile merupakan bagian dari diaspora) berdasarkan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik? (2) Bagaimana seharusnya pengaturan pengakuan kembali kewarganegaraan exile agar sesuai dengan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik? Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendeketan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan tahapan identifikasi, analisa dan membandingkan, serta tahapan konklusi. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas rumusan masalah yang penulis angkat. Negara India dan China melalui kebijakannya telah berhasil memberdayakan warga diaspora maupun exile-nya tanpa menerapkan sistem dwi-kewarganegaraan. India dengan kebijakan Kartu OCI-nya dan Visa Khusus yang dipraktekkan oleh China dapat memberikan dampak positif bagi negaranya khususnya di bidang ekonomi. Sedangkan Indonesia sendiri belum mengatur atau membuat suatu kebijakan mengenai warganya yang berstatus diaspora atau peraturan khusus mengenai exile 1965. Sebagai negara peserta Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Indonesia wajib melakukan ganti rugi dengan cara membuat kebijakan alternatif mengenai pengakuan kembali kewarganegaraan exile 1965. Dalam merancang kebijakan alternatif perlu adanya pemulihan beberapa hak untuk exile 1965 yang berdasarkan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Serta, kebijakan dari India dan China dapat dijadikan pedoman dalam merancang skema maupun substansi dari kebijakan alternatif pengakuan kembali kewarganegaraan exile 1965