Analisis Normatif Kedudukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Jenis Dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Main Authors: Rahmawati, Liavita, Dr. Tunggul Anshari S.N., S.H., M.H., Dr. Indah Dwi Qurbani, S.H., M.H.
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195801/1/Liavita%20Rahmawati%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195801/
Daftar Isi:
  • Berdasarkan teori norma hukum berjenjang Hans Nawiansky, susunan atau hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (norma dasar) itu berkembang menjadi Norma fundamental Negara atau Staatsfundamentalnorm. Maka, dalam susunan hierarkis peraturan perundang-undangan di dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, letak Staatsfundamentalnorm dan Staatsgrundgesetz di dalamnya dirasa kurang tepat, adapun logika yang dibangun sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya menurut pendapat Prof. A. Hamid S. Attamimi maupun Prof. Maria Farida Indrati Soeprapto, bahwa definisi peraturan perundang-undangan adalah keseluruhan susunan hierarkis peraturan perundang-undangan yang berbentuk Undang-Undang ( formell gesetz) ke bawah. Sedangkan kedudukan Staatsfundamentalnorm dan Staatsgrundgesetz dalam Teori norma hukum berjenjang berada diatas formell gesetz (Undang-Undang). Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan jenis dan hierarki peraturan perundang- undangan sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian hukum berdasarkan teori norma hukum berjenjang , selain itu disebutkan pula dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 bahwa UUD NRI 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berarti norma dasar bagi Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dibawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga, baik bentuk Staatsfundamentalnorm maupun Staatsgrundgesetz tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis peraturan perundang-undangan, dilain sisi keduanya pun memiliki tingkat hierarki norma yang berbeda oleh karena itu, memasukan bentuk Staatsfundamentalnorm maupun Staatsgrundgesetz ke dalam “jenis dan hierarki peraturan perundang- undangan” yang disebutkan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dianggap tidak tepat sehingga perlu dilakukan peninjauan ulang. Selain itu apabila melihat konsep Hak Uji Materiil, apabila bentuk Staatsgrundgesetz dipaksakan sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan maka tentu, harus diperhatikan konstitusionalitasnya, disebabkan bahwa suatu norma hukum/peraturan tidak bisa dilepaskan dari sifat pengujian terhadap norma yang mendasarinya baik melalui hak menguji formiil ( formale toetsingrecht), maupun hak menguji materiil ( materiele toetsingrecht). Sedangkan Staatsgrundgesetz merupakan norma tunggal dan mendasar dan pada Staatsfundamentalnorm hak menguji tidak dapat dilaksanakan karena Staatsfundamentalnorm merupakan norma tertinggi atau norma dasar. Sehingga kedudukan hierarki norma dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 perlu dilakukan peninjauan ulang dengan melakukan pemisahan kedudukan sesuai tingkatan norma yang ada