Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Pembakaran Hutan Dan Lahan

Main Authors: Ramadhan, Firzi, Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya,, S.H., M.S., Dr. Bambang Sugiri,, S.H., M.S.
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195754/1/Firzi%20Ramadhan%20%282%29.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195754/
Daftar Isi:
  • Korporasi sebagai subjek hukum dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana dalam perbuatan pembakaran hutan dan lahan. Hal tersebut diatur di berbagai macam peraturan perundang-undangan mulai dari Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan Undang-undang Perkebunan. Dalam hal penentuan kapan korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban dalam kasus karhutla ini dirasa masih ada kekurangan atau kekosongan mengenai kapan perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan korporasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan hukum yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah kapan suatu korporasi dapat dipertanggungjawabkan sebagai pelaku dalam tindak pidana pembakaran hutan dan lahan dan bagaimana penjatuhan pidana terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran hutan dan lahan di Indonesia dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1174 K/PID.SUS/2015 dan Nomor 1554 K/PID.SUS/2015 serta Putusan PT Pekanbaru Nomor 212/PID.SUS-LH/2017/PT PBR. Untuk menjawab permasalahan diatas, penelitian hukum normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti diperoleh melalui penelusuran kepustakaan. Bahan-bahan hukum yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis sistematis guna menjawab isu hukum yang telah dirumuskan. Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan: 1.) doktrin ajaran gabungan adalah doktrin yang paling tepat dalam menentukan kapan suatu korporasi dapat dipertanggungjawabkan sebagai pelaku tindak pidana pembakaran hutan dan lahan. 2.) pada putusan-putusan yang ada terkait korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran hutan dan lahan memunculkan dua model pertanggungjawaban yakni korporasi yang berbuat korporasi dan pengurus yang bertanggungjawab, korporasi yang berbuat pengurus yang bertanggungjawab, serta Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup adalah peraturan yang sering digunakan dalam mempidana korporasi yang melakukan tindak pidana pembakaran hutan dan lahan karena undang-undang tersebut merupakan lex specialis sistematis. Dari kesimpulan tersebut, penulis memiliki saran 1.) penentuan kapan korporasi dapat dipertanggungjawabkan dalam tindak pidana pembakaran hutan dan lahan harus dicermati secara bijak dan tepat oleh penegak hukum. 2.) penegak hukum harus lebih x berani lagi memberikan pidana tambahan berupa perbaikan kembali lingkungan yang rusak kepada korporasi