Perlindungan Hukum Bagi Pimpinan Bank Indonesia Dalam Menetapkan Kebijakan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Di Indonesia

Main Authors: Prof. Dr. Suhariningsih,, S.H., S.U.,, Dr. Sihabudin,, S.H., M.H.,, Dr. Bambang Winarno,, S.H., M.S.
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195674/1/DIDIT%20KUSHERMAN.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195674/
Daftar Isi:
  • Di berbagai negara di dunia, pada umumnya fungsi bank sentral dalam sistem keuangan meliputi: a) mengontrol peredaran uang; b) menjaga stabilitas pasar uang; c) menjaga mekanisme sistem pembayaran; d) mengawasi sistem perbankan; dan (e) sebagai the Lender of Last Resort (LOLR) yaitu memberikan pinjaman terakhir kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas atau sebagai bankir dari bank-bank (banker’s bank). Indonesia pernah mengalami krisis sistem keuangan pada 1997/1998 dan untuk penanganan krisis tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral dan sebagai LOLR menetapkan kebijakan fasilitas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang berdampak pada tingginya biaya fiskal yang harus ditanggung Negara yaitu sebasar Rp144,5 triliun. Pada krisis sistem keuangan yang terjadi pada 2008, Bank Indonesia menetapkan kebijakan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan Bail-out kepada Bank Century sebesar Rp6,7 triliun. Kebijakan atau diskresi BLBI telah menimbulkan problema hukum, yaitu diprosesnya 3 mantan anggota Direksi BI, yaitu Hendrobudijanto, Paul Sutopo dan Heru Soepraptomo dalam tindak pidana korupsi BLBI dan oleh telah dinyatakan terbukti bersalah “Menyalahgunakan Kewenangan” dalam tindak pidana korupsi (tipikor) oleh Mahkamah Agung (MA-RI). Begitu pula Kebijakan FPJP dan Bail-out Bank Century, dimana salah satu Pimpinan BI yaitu Budi Mulya, mantan Deputi Gubernur, telah diadili dan dinyatakan bersalah melakukan perbuatan “Melawan Hukum" dalam perkara tipikor oleh MA-RI. Sehubungan dengan kondisi di atas, maka timbul permasalahan yaitu sejauh mana kebijakan Pimpinan BI dalam penanganan krisis sistem keuangan memberikan nilai manfaat bagi masyarakat? Kondisi ini juga tidak mencerminkan nilai keadilan dan kepastian hukum bagi Pimpinan BI sebagai pejabat pengambil kebijakan, mengingat adanya ketentuan perlindungan hukum sesuai Pasal 45 UU No.23/1999 jo. UU No.6/2009 (UU-BI). Ketentuan ini mengatur bahwa Pimpinan BI tidak dapat dihukum karena telah mengambil kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya, sepanjang dilakukan dengan itikad baik. Melihat fenomena di atas, maka timbul permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu 1) Mengapa kebijakan Pimpinan BI dalam BLBI pada 1997/1998 dikategorikan sebagai perbuatan “Menyalahgunakan Kewenangan” dalam tipikor dan kebijakan Pimpinan BI untuk penanganan krisis sistem keuangan pada 2008 dalam bentuk pemberian FPJP dan Bail-out kepada Bank Century dikategorikan sebagai perbuatan “Melawan Hukum” dalam tipikor?; 2) Apa tanggung jawab hukum Pimpinan BI dalam kebijakan penanganan krisis sistem keuangan?; 3) Apa landasan teoritis pemberian perlindungan hukum bagi Pimpinan BI dalam menghadapi proses hukum di pengadilan? Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doctrinal, dengan obyek utama adalah substansi hukum terkait dengan tugas dan kewenangan Bank Indonesia, khususnya dalam menetapkan kebijakan penanganan krisis sistem keuangan dan perlindungan hukum kepada Pimpinan BI menurut hukum Indonesia. Untuk menjawab permasalahan di atas, teori yang digunakan sebagai pisau Analisa adalah: 1) teori diskresi; 2) teori tanggung jawab hukum; 3) teori perlindungan hokum; dan 4) teori keadilan. Penelitian dan pembahasan dilakukan terhadap kebijakan Pejabat Pemerintahan dalam perspektif tipikor, dasar kebijakan BLBI 1997/1998 dan dasar kebijakan pemberian FPJP dan Bail-out Bank Century 2008, kajian terhadap putusan pengadilan atas kasus tipikor kebijakan BLBI serta kebijakan pemberian FPJP dan Bail-out Bank Century, juga mengenai pertanggungjawaban hukum Pimpinan BI dalam kebijakan penanganan krisis sistem keuangan. Selanjutnya penelitian difokuskan kepada pengaturan perlindungan hukum Pejabat Pemerintahan menurut hukum di Indonesia, perlindungan hukum dalam perspektif keputusan bisnis oleh direksi BUMN berdasarkan doktrin Business Judgment Rule (sebagai studi perbandingan), perlindungan hukum dalam perspektif Stabilitas Sistem Keuangan di Indonesia, perlindungan hukum bagi Pimpinan Bank Sentral di beberapa Negara lain yaitu: Malaysia, Singapura dan India, serta kajian perlindungan hukum preventif dan represif bagi Pimpinan BI dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa 1) Kebijakan BLBI dikategorikan sebagai perbuatan “Menyalahgunakan Kewenangan” dalam tipikor karena menurut pertimbangan MA-RI terdapat kelemahan pengawasan penggunaan BLBI, tidak didukung ketentuan yang valid dan menguntungkan bank-bank, yang dinilai telah memenuhi unsur Pasal 1 ayat (1) sub b UU No. 3/1971 (UU-PTPK). Kebijakan FPJP dan Bail-out Bank Century 2008 dikategorikan sebagai perbuatan “Melawan Hukum” dalam tipikor, karena menurut pertimbangan MA-RI persertujuan pemberian FPJP oleh ADG-BI Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik dan melanggar Pasal 45 UU-BI, sehingga memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 (UU-PTPK). 2) Kebijakan BLBI 1997/1998 serta FPJP dan Bail-out Bank Century 2008 merupakan tanggung jawab jabatan dan pribadi. 3) Secara teoritis perlindungan hukum preventif telah diatur dalam UU-BI dan beberapa UU lainnya, yang dimaksudkan agar keputusan BI tetap independen, terhindar dari kriminalisasi dan terhindar dari tanggung jawab pribadi atas biaya kebijakan. Perlindungan hukum represif diberikan dalam bentuk bantuan hukum, serta pengujian penerapan Pasal 45 UU-BI di pengadilan. Sebagai saran bahwa kebijakan pemberian fasilitas LOLR dalam penanganan krisis sistem keuangan, agar BI konsisten berpedoman kepada UU-BI, UU-PPKSK, UU-AP, PBI-FPJP (PLJP), maupun peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU-Perbankan, UU-OJK, UU-PTPK, KUHP dan KUHPerdata; serta sesuai Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).