Politik Hukum Pertanahan Dibidang Hak Guna Usaha (Perkebunan) Yang Berkeadilan Dan Menyejahterakan Rakyat
Main Authors: | Winanti, Atik, Prof. Dr. Suhariningsih,, SH, SU, Prof. Dr. Abd. Rachmad Budiono,, SH, MH, Dr. Iwan Permadi,, SH, MH. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195648/1/Atik%20Winanti.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195648/ |
Daftar Isi:
- Konflik agraria dalam skala luas muncul tatkala suatu wilayah dimasukkan ke dalam areal konsesi baik berupa hak (HGU misalnya) ataupun ijin konsesi. Pemberian HGU yang tidak selektif juga memberi peluang lebar bagi penelantaran tanah tatkala pihak penerima HGU tidak menggunakan sebagaimana peruntukaknya. Pemberian HGU tidak semata-mata terpenuhinya syarat administratif namun lebih karena didasarkan motif ekonomi, politik dan kepentingan pengambil kebijakan di pemerintahan daerah dan kepentingankepentingan lain. Pemberian HGU kepada perusahaan badan usaha maupun koperasi dengan saham kepemilikan kolektif, selain mempertimbangkan terpenuhinya syarat-syarat administratif sangatlah penting pula mempertimbangkan viabilitas pihak yang mengajukan, dan berbagai kejelasan klaim atas tanah. Hal ini penting agar di kemudian hari pemberian HGU tidak memunculkan masalah berupa korupsi sebab ditengarai sebagai kedok melakukan money laundry, penelantaran tanah dan konflik pertanahan yang lebih luas. Dalam perkembangannya hukum dan kebijakan pertanahan Indonesia malah melenggangkan pemberian HGU bahkan, dari catatan pemberian HGU dari masa pemerintahan Orde Lama tidak adanya pembatasan luas tanah untuk perusahaan (dalam bentuk HGU). Disertasi ini mengangkat permasalahan; 1) Mengapa Politik Hukum Pertanahan di Bidang HGU (Perkebunan) saat ini belum memberikan kesejahteraan pada rakyat? 2) Bagaimanakah Politik Hukum Pertanahan dibidang HGU (Perkebunan) yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyat? Dengan demikian, Disertasi ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui , menganalisis dan menjelaskan dengan menggunakan teori teori terhadap peraturan yang kabur, multi tafsir, dan lentur, yaitu Pasal 12 UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan untuk melindungan hak atas penduduk sekitar perkebunan. 2) Menemukan kejelasan norma Pasal 12 UU No. 39 Tahun 2014 tentang perkebunan yang berhubungan dengan politik hukum Pertanahan dalam perlindungan hak atas penduduk sekitar perkebunan. Metode penelitian yang digunakan dalam disertasi ini yaitu menggunakan metode penelitian secara normatif. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan Undang-undang (Statute Approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan konseptual (conseptual approach), pendekanan sejarah (History Approach), dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Adapun hasil penelitian ini diperoleh simpulan dan saran sebagai berikut: 1. Politik hukum pertаnаhаn di bidаng Hаk Gunа Usаhа (perkebunаn), belum mensejahterakan masyarakat karena pada masa Orde Lama, Orde Baru dan di Era Reformasi Hak Guna Usaha Perkebunan di Indonesia masih menempatkan konflik perkebunan pada tempat teratas, yaitu dengan angka 163 konflik 36,22%, konflik HGU (perkebunan) di Indonesia adalah merupakan model konflik yang berkepanjangan dan sulit terselesaikan, banyak korban yang sudah berjatuhan yaitu dari pihak Pemerintah, Pengusaha maupun dari pihak masyarakat, terkait Okupasi dan berlarutv larutnya proses ganti kerugian tanah hak masyarakat sekitar perkebunan yang di kuasai oleh perusahaan perkebunan. 2. Politik hukum pertanahan dibidang HGU (perkebunan) yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyat yaitu politik hukum yang bisa mewujudkan kepastian hukum sehingga masyarakat sekitar HGU bisa mendapatkan kesejahteraan yaitu dengan cara mengikut sertakan masyarakat dalam sistem kemitraan Inti Plasma dan merekonstruksi UU No.39/2014 pasal 12 Ayat (1) yaitu menganti kata imbalan menjadi kata ganti kerugian. Rekomendasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah, agar UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Pasal 12 Ayat (1) sepanjang berkaitan dengan kata “Imbalan” diganti dengan kata-kata yang mudah dipahami dan tidak multi tafsir yaitu kata ganti kerugian.