Pengaturan Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun Komersial Berbasis Perlindungan Hak Pemilik dan Penghuni
Main Authors: | Syafrizal, -, Prof. Dr. Suhariningsih,, S.H., S.U.,, Dr. Istislam,, S.H., M.Hum.,, Dr. Iwan Permadi,, S.H., M.Hum |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195564/1/Syafrizal.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195564/ |
Daftar Isi:
- Rumah susun merupakan solusi menyediakan perumahan diperkotaan yang padat penduduknya tetapi terbatasnya tanah. Tetapi disisi lain regulasi yang mengatur rumah susun di negara kita masih kurang memadai dimana hanya ada undang-undang rumah susun tetapi belum ada undang-undang tentang pengelolaan rumah susun, padahal kedua undang-undang tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Oleh sebab itu hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan rumah susun hanya di sisipkan saja beberapa pasal dalam undang-undang rumah susun, sehingga secara hukum tentu kurang baik dan berpotensi menimbulkan multi tafsir terutama dikalangan pelaku pembangunan dan para pemilik serta penghuni satuan rumah susun. Pengaturan tersebut berkaitan dengan kewajiban para pemilik dan penghuni satuan rumah susun untuk membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni yang diatur pada Pasal 74 ayat (1) UU No.20 Tahun 2011, tetapi kewajiban tersebut sulit di implementasikan karena adanya Pasal 75 ayat (1) UU No.20 Tahun 2011 khususnya mengenai kata “memfasilitasi” yang multi tafsir (obscure of norm) dan normanya tidak lengkap (incomleted of norm), sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk menjelaskan dimana letak norma yang kabur dan tidak lengkap tersebut. Pembentukan Undang-undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun adalah perintah dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman untuk mengatur lebih lanjut mengenai rumah susun, dan di dalam undang-undang No.20 Tahun 2011 tersebut berisi pula beberapa aturan pasal-pasal yang berkaitan dengan pengelolaan rumah susun. Akan tetapi pada salah satu ketentuan yang ada pada UU No.20 Tahun 2011 yang mengatur tentang badan hukum yang mengatur pengelolaan rumah susun (P3SRS), yaitu Pasal 74 ayat (1) yang merupakan suatu kewajiban bagi para pemilik dan penghuni, tetapi kewajiban tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya karena adanya Pasal 75 ayat (1). Undang-undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah menentukan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada azas pembentukan perundang-undangan yang baik antara lain azas kejelasan rumusan dan azas ketertiban dan kepastian hukum. Penelitian ini dilakukan pula untuk mengetahui akibat hukum serta pengaturan yang melindungi hak pemilik dan penghuni pada rumah susun komersial. Penelitian disertasi ini adalah penelitian hukum (legal research), yakni meneliti norma sehingga penelitian hukum ini bersifat normative. Penelitian ini menggunakan 4 (empat) pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan perbandingan hukum (law comparative approach), pendekatan konsep (concept approach), dan pendekatan filosofi (philosophy approach), untuk menjawab makna kata “memfasilitasi”, akibat hukum pengaturan pembentukan P3SRS, dan pengaturan pembentukan PPPSRS yang memberikan perlindungan hukum kepada pemilik dan penghuni. Simpulan hasil penelitian ini sebagai berikut: pertama, berdasarkan makna dari kata “memfasilitasi” yang terdapat pada Pasal 75 ayat (1) UU No.20 Tahun 2011, maka makna kata “memfasilitasi” berarti mempersulit terbentuknya PPPSRS dan tidak sesuai dengan tujuan yang dimaksud Pasal 74 ayat (1) UU No.20 Tahun 2011, dan makna tersebut bertentangan dengan teori Negara hukum, teori perundang-undangan khususnya azas – azas pembentukan perundang-undangan yang baik serta teori kepastian hukum. Kedua, akibat hukum dari pengaturan pembentukan P3SRS tersebut menghilangkan hak dari pemilik dan penghuni satuan rumah susun sehingga menimbulkan kerugian baik dari aspek sosiologis, yuridis dan filosofis bagi pemilik dan penghuni. Ketiga, perlu adanya pengaturan pembentukan PPPSRS yang dapat melindungi hak pemilik dan penghuni, seperti pengaturan yang ada pada negara lain. Secara normatif, Pasal 74 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2011 mewajibkan para pemilik dan penghuni satuan rumah susun komersial untuk membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), yang secara filsafati sebenarnya merupakan hak dan kewajiban, demi kelangsungan dan keutuhan dari gedung rumah susun itu sendiri, supaya hak para pemilik dan penghuni terlindungi, tetapi untuk membentuk P3SRS itu sendiri, para pemilik mengalami kesulitan karena ada beberapa istilah yang multi tafsir pada undang-undang rumah susun dan salah satunya adalah ketentuan yang terdapat pada Pasal 75 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2011, tetapi kata “memfasilitasi itu sendiri tidak diberikan penjelasan yang memadai, sehingga sering disalahtafsirkan oleh pelaku pembangunan untuk kepentingannya, dan bukan demi kepentingan para pemilik dan penghuni satuan rumah susun. Rekomendasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, agar Pasal 75 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 sepanjang berkaitan dengan kata ‘memfasilitasi” diganti dengan kata-kata yang mudah dipahami dan tidak multi tafsir. Kemudian, perlu dibuat undang-undang tentang pengelolaan rumah susun secara khusus dan tersendiri yang memiliki lembaga khusus yang mengawasinya yang diberi kewenangan khusus sampai pada tahap pemberian sanksi yang mengikat, serta perlu dibentuknya peradilan khusus yang menangani persoalan sengketa pengelolaan rumah susun, seperti Tribunal di negara lain yang bisa menangani sengketa perkara dengan sederhana, cepat, mengikat dan bersifat final, sehingga kedepannya penyelesaian sengketa pengelolaan rumah susun tidak perlu berlarut – larut sampai pada tahap banding, kasasi dan peninjauan kembali yang ada pada negara kita.