Evaluasi Program Restorasi Gunung Kelud, Di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri Pasca Erupsi Tahun 2014
Main Authors: | Tanjungsari, Ardina, Luchman Hakim,, S.Si., M.Agr.Sc.,Ph.D., Dr. Dra Catur Retnaningdyah,, M.Si. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195480/1/Ardina%20Tanjungsari.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195480/ |
Daftar Isi:
- Erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada 13 Februari 2014 menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merupakan yang terbesar sepanjang sejarah letusan G. Kelud. Ekosistem hutan pegunungan yang terdegradasi akibat erupsi G. Kelud perlu diperbaiki, salah satu caranya dengan program restorasi. Restorasi merupakan cara untuk mengembalikan lahan yang terdegradasi ke kondisi asli atau mendekati kondisi asli. Tujuan dari penelitian ini mendiskripsikan faktor abiotik dan profil tumbuhan pada lokasi yang dilakukan aktivitas restorasi (R) dibandingkan dengan lokasi tidak restorasi (TR) dan reference site (RS), mengevaluasi ecosystem services setelah program restorasi selama tiga tahun, dan memberi rekomendasi strategi restorasi yang sesuai di G. Kelud. Faktor abiotik yang diukur antara lain intensitas cahaya dengan luxmeter, kelembaban relatif dengan sling psychrometer, suhu udara dengan termometer, kecepatan angin dengan anemometer, dan bahan organik tanah dengan pengabuan. Metode yang digunakan adalah eksplorasi, kemudian dilakukan analisis vegetasi sesuai dengan fase tumbuhan (pohon: 20x20m, pancang: 5x5m, dan herba: 1x1m) dengan jumlah 10 plot (5 kanan, dan 5 kiri) dengan jarak ±100 m pada setiap lokasi, setelah itu dilakukan juga pengukuran morfologi tumbuhan pasa setiap lokasi, hasil analisis vegetasi dicari INP (Indeks Nilai Penting) untuk mengetahui peran suatu spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman spesies dihitung menggunakan Indeks Shannon-Wiener, Taxa Richness, Indeks Eveness, Indeks Dominansi, Indeks Simpson, dan Indeks Margalef. Data diuji beda menggunakan software SPSS 16, melalui uji normalitas dan uji homogenitas yang dilanjutkan dengan uji beda. Uji beda dilakukan dengan analisis Principal Component Analysis (PCA) dilanjutkan dengan analisis Biplot dan Cluster. Evaluasi keberhasilan program restorasi diketahui dengan metode skor RPS (Recovery Potential Screening). Evaluasi ecosystem services dilakukan melalui wawancara kepada key person tentang restorasi G. Kelud. Analisis SWOT dipergunakan dalam menentukan strategi restorasi yang sesuai di G. Kelud. Hasil pengamatan menunjukkan faktor abiotik dan profil tumbuhan (indeks divesitas dan spesies tumbuhan yang ditemukan) pada lokasi penelitian R (Restorasi) dan TR (Tidak Restorasi) hampir sama, kualitas lingkungan R masih belum bisa menyamai RS (Reference Site). Ditemukan sebanyak 13 spesies (5 pancang, 8 herba) di lokasi R. Spesies tumbuhan yang banyak ditemukan adalah spesies eksotik. Spesies pancang yang banyak ditemukan di lokasi R adalah Caliandra tetragona (kaliandra putih) dan Calliandra calothyrsus (kaliandra merah), sedangkan spesies herba yang banyak ditemukan adalah Imperata cylindrica (alang-alang) dan Eupatorium odoratum (krinyuh). Setelah tiga tahun restorasi lokasi R belum berhasil menumbuhkan spesies lokal yang jenisnya banyak ditemukan di lokasi RS. Setelah tiga tahun erupsi, kondisi ekosistem G. Kelud menurut skor RPS masih dalam kategori Poor. Terdapat tiga ecosystem services teramati yaitu supporting services, provisioning services dan cultural services. Supporting services yang teramati yaitu carbon stock dan biomassa pohon. Vegetasi di lokasi R masih dalam fase pancang, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk masuk ke tahap fase pohon untuk mengembalikan supporting services. Provisioning services yang teramati yaitu pemanfaatan lahan G. Kelud untuk pertanian dan perkebunan oleh PERHUTANI dan perusahaan daerah bekerja sama dengan PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Cultural services yang teramati yaitu berlangsungnya kegiatan spiritual (Larung Sesaji) yang diadakan rutin setiap tahun dan berkembangnya pariwisata di lereng G. Kelud. Hal ini berdampak meningkatnya jumlah wisatawan sehingga terbukanya lapangan kerja baru. Strategi restorasi yang sesuai di kawasan restorasi G. Kelud yaitu dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dimulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pemeliharaan dan pengamanan restorasi. Langkah awal restorasi yang penting dilakukan adalah pemilihan bibit spesies lokal dengan kualitas baik karena karena spesies tersebut relatif lebih adaptif dan memperbesar keberhasilan restorasi.