The Spatial Planning Policy Implementation Of Gianyar Regency In Preserving Paddy Field

Main Authors: Vavorita, Barlianti, Firda Hidayati, Sos.,MPA,DPA, Dr.Alfi Haris Wanto,, S.,AP.,M.AP., MMG,
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193613/1/Barlianti%20Vavorita.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193613/
Daftar Isi:
  • Tingginya kebutuhan lahan untuk perumahan dan industri dapat mengancam keberadaan dari lahan pertanian produktif. Fenomena alih fungsi lahan pertanian juga melanda di pulau paling terkenal di Indonesia, Bali. Sebagai bagian dari Bali, Gianyar Kabupaten juga mengalami konversi lahan sawah yang masif. Pada tahun 2017, Gianyar Kabupaten ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi di. Apalagi pada tahun 2018 ini, Gianyar adalah termasuk dalam tiga kabupaten yang memiliki Indeks Ketahanan Pangan (IKP) tertinggi skor di Indonesia selain Kabupaten Tabanan dan Badung. Oleh karena itu, intervensi dari pemerintah, terutama dari pemerintah daerah diperlukan untuk mengontrol alih fungsi lahan sawah untuk menjaga ketersediaan pangan produksi. Salah satu intervensi pemerintah dalam bentuk penataan ruang implementasi kebijakan.Kajian ini mengeksplorasi implementasi kebijakan penataan ruang di Gianyar Kabupaten, Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan kebijakan penataan ruang. Ini difokuskan pada empat faktor efektif implementasi yang diusulkan oleh Edward III: komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Penelitian ini menggunakan wawancara, observasi dan studi dokumenter untuk mengumpulkan data.The result shows that the communication among the local authority is need to be improved. Moreover, there is lack communication to the farmer/public. The communication not conducted consistently. Therefore, there are still many violations in the implementation of spatial planning. Other than communication, the bureaucratic structure fragmented in local level. The fragmented bureaucratic structure needs greater coordination result in less effective implementation. While for another factors is not urgently enough for further consideration.Ada 5 (lima) faktor pendukung yang telah teridentifikasi: Penataan Ruang adalah sejalan dengan kebijakan pusat; Perencanaan LP2B; Sawah sebagai tempat wisata daya tarik; Awig-awig dan Kesadaran Masyarakat. Selanjutnya ada 5 (lima) faktor penghambat yang ditemukan: RDTR belum disahkan; Kurangnya kemampuan berkomunikasi. Tidak ada mekanisme insentif dan disinsentif; Publik ketidaktahuan terhadap Peraturan RTRW dan Pariwisata.