Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Sindrom Koroner Akut Di Desa Adat Dan Non Desa Adat Kabupaten Buleleng Provinsi Bali

Main Authors: Wahyuni, Ni Luh Sri, Prof. Dr.dr.Edi Widjajanto,, MS, SpPK (K), Ns. Tina Handayani Nasution,, S.Kep., M.Kep.
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193597/1/NI%20LUH%20SRI%20WAHYUNI.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193597/
Daftar Isi:
  • Sindrom Koroner Akut merupakan kegawatdaruratan jantung yang memiliki tingkat kekambuhan tinggi. Kekambuhan SKA masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Kekambuhan SKA menyebabkan dua per tiga kematian yang terjadi dalam waktu singkat setelah serangan dan sebelum dirawat di rumah sakit. Hal ini dapat dicegah dengan pengendalian faktor risiko, khususnya faktor risiko yang dapat dikontrol dan faktor yang dapat memicu faktor risiko. Faktor risiko yang dapat dikontrol antara lain: kebiasaan merokok, dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi, obesitas, dan aktivitas, sedangkan faktor yang dapat memicu faktor risiko yaitu stres, alkohol dan penggunaan bahan bakar padat. Faktor risiko tersebut terkait dengan kebiasaan adat istiadat di desa adat sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan tingkat kekambuhan pasien SKA. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis variabel faktor risiko yang berhubungan dengan tingkat kekambuhan pasien SKA di desa adat dan non desa adat kabupaten Buleleng Bali. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di RSUD Buleleng dan di desa adat dan non adat Kabupaten Buleleng Bali dari Januari sampai dengan Pebruari 2019. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling yang melibatkan 130 orang pasien. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji chi-squared, fisher dan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rentang usia pasien SKA diantara dua kelompok adalah 35-85 tahun, mayoritas berjenis kelamin laki-laki , tidak bekerja dengan pendidikan SMA dan sebagian besar memiiki keluarga dengan riwayat penyakit jantung. Selain itu didapatkan pula bahwa di kedua kelompok pasien SKA dominan memiliki kebiasaan merokok, dislipidemia, tidak hiperglikemia, hipertensi, tidak obesitas, beraktivitas ringan, stres sedang, tidak minum alkohol dan menggunakan bahan bakar padat. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa pada desa adat faktor risiko kebiasaan merokok (p = 0,003 r = 5,962), dislipidemia (p = 0,002 r = 7,048), hiperglikemia (p = 0,549, r = 1,782), hipertensi (p = 0,02, r =4,278), obesitas (p = 1,000, r = 0,95), aktivitas fisik (p = 0,455, r = 0,545), stres ( p =0,011, r = 13,438), konsumsi alkohol (p = 1,000, r = 1,167) dan penggunaan bahan bakar padat (p = 0,01,r = 6,833 ), sedangkan pada non desa adat faktor risiko kebiasaan merokok (p = 0,008 r = 4,687), dislipidemia (p = 0,004 r = 5,536), hiperglikemia (p = 0,536, r = 0,448),hipertensi (p = 0,01, r =5,28), obesitas (p = 1,000, r =1,471), aktivitas fisik (p = 0,565 r = 1,53), stres ( p =0,042, r = 3,482), konsumsi alkohol (p = 0,747, r = 1,533) dan penggunaan bahan bakar padat (p = 0,009,r = 4,688) tingkat korelasi masing-masing faktor risiko antara lain: kebiasaan merokok (5,962). Hasil regresi logistik menunjukkan faktor risiko yang paling dominan di desa adat adalah penggunaan bahan bakar padat dengan tingkat korelasi 6,72 kali lebih mungkin menyebabkan kekambuhan, sedangkan non desa adat hipertensi menjadi faktor risiko yang paling dominan dengan tingkat korelasi 6,131 kali lebih mungkin menyebabkan kekambuhan. Kebiasaan merokok, dislipidemia, hipertensi, stres dan penggunaan bahan bakar padat berhubungan dengan tingkat kekambuhan pasien SKA baik di desa adat maupun non desa adat. Hubungannya dibedakan oleh tingkat korelasi dimana hampir sebagian besar faktor risiko yang ada di desa adat lebih banyak dan lebih mungkin mengalami kekambuhan. Hal ini disebabkan oleh perilaku masyarakat di desa adat lebih cenderung terkait dengan faktor risiko. Adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku, seperti konsumsi makanan tinggi kolesterol, merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan bahan bakar padat menjadi kegiatan yang tidak terpisah dalam rangkaian upacara adat. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian lain yang sejalan dengan penelitian saat ini. Namun, ada faktor risiko yang tidak berhubungan, diantaranya hiperglikemi, obesitas, aktivitas fisik dan konsumsi alkohol baik di desa adat maupun non desa adat. Hal ini disebabkan oleh mayoritas responden di kedua kelompok tidak mengalami hiperglikemia, tidak obesitas, melakukan ativitas ringan dan tidak mengkonsumsi alkohol. Kebiasaan merokok, dislipidemia, hipertensi, stres dan penggunaan bahan bakar padat berhubungan dengan tingkat kekambuhan SKA baik di desa adat dan non desa adat. Sedangkan hiperglikemia, obesitas, aktivitas, dan alkohol tidak berhubungan dengan tingkat kekambuhan pasien SKA di desa adat dan non desa adat. Penggunaan bahan bakar padat menjadi faktor risiko paling dominan di desa adat, sedangkan hipertensi menjadi faktor risiko paling dominan di non desa adat. Tidak ada perbedaan jenis faktor risiko pada kedua kelompok, namun berdasarkan nilai OR, faktor risiko pada desa adat lebih besar kemungkinannya menyebabkan kekambuhan pada pasien SKA. Peningkatan kualitas hidup diperlukan bagi pasien SKA terkait dengan kebiasaan gaya hidup yang ada di desa adat dan non desa adat. Selain itu diperlukan program rehabilitasi dari pemerintah dan rumah sakit sebagai program pencegahan sekunder bagi pasien SKA.