Implikasi Hukum Penggunaan Data Pribadi Pihak Ketiga Terhadap Keabsahan Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ( Financial Technology Peer To Peer Lending)

Main Authors: Pardana, I Nyoman Adi, Dr. Sihabudin,, S.H., M.H, Dhiana Puspitawati,, S.H., L.LM., Ph.D
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193488/1/INYOMA~1.PDF
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193488/
Daftar Isi:
  • Salah satu Financial Technology dengan pertumbuhan yang sangat pesat di Indonesia adalah layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi ( Financial Technology Peer to Peer Lending) yang memberikan manfaat seperti alternatif pinjaman bagi debitur yang belum layak kredit serta alternatif investasi bagi investor. Namun dalam pelaksanaanya, timbul berbagai macam permasalahan seperti minimnya perlindungan data pribadi nasabah, bunga pinjaman yang sangat tinggi, serta penagihan yang dilakukan kepada pihak yang tidak memiliki hubungan dengan perjanjian. Kasus yang berhasil ditemukan penulis, bahwa terjadi perjanjian antara Tuan Akbar Fristimudia dan pihak perusahaan penyelenggara MudahUang. Sebelum memutuskan akan memberikan pinjaman, pihak perusahaan penyelenggara MudahUang menghubungi peminjam lewat telepon dan meminta persetujuan terkait 2 (dua) syarat tambahan, antara lain: 1. Perusahaan akan menggunakan jasa debt collector untuk melakukan penagihan pinjaman jika terjadi wanprestasi; dan 2. Perusahaan meminta akses terhadap data pribadi dari semua kontak telepon milik peminjam (pihak ketiga) untuk dapat diakses dan dihubungi jika terjadi wanprestasi. Kedua syarat tambahan tersebut adalah syarat yang sifatnya kumulatif dengan syarat wajib pengajuan pinjaman. Artinya, semua syarat tambahan dan syarat wajib pengajuan pinjaman dalam perjanjian ini harus terpenuhi dan disetujui oleh peminjam. Jika ada persyaratan baik syarat wajib maupun syarat tambahan yang tidak disetujui oleh peminjam, maka perusahaan tidak akan mencairkan uang pinjaman atau pengajuan pinjaman peminjam tersebut akan secara otomatis ditolak oleh perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka kesepakatan terhadap kedua syarat tambahan ini pun sangat penting karena akan menentukan terjadi tidaknya perjanjian tersebut. Namun dalam kasus ini, peminjam memberikan kesepakatan penggunaan data pribadi pihak ketiga tersebut secara sepihak kepada perusahaan atau peminjam tidak meminta persetujuan dari pihak ketiga yang data pribadinya akan diakses dan digunakan oleh perusahaan jika terjadi wanprestasi. Padahal setiap akses dan penggunaan data pribadi seseorang harus berdasarkan persetujuan dari v orang yang bersangkutan yang datanya akan diakses dan/atau akan digunakan untuk kegiatan perusahaan, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 31 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Data Konsumen Jasa Keuangan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin menganalisis mengenai apa implikasi hukum penggunaan data pribadi pihak ketiga terhadap keabsahan perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi ( Financial Technology Peer to Peer Lending) dan bagaimana pengembalian uang pinjaman kepada kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi agar sesuai dengan keadilan distributif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Perundang-Undangan dan pendekatan kasus. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dan menggunakan penafsiran sistematis. Hasil analisis yang diperoleh adalah implikasi hukum penggunaan data pribadi pihak ketiga terhadap keabsahan perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi ( Financial Technology Peer to Peer Lending) adalah perjanjian itu menjadi batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat objektif khususnya syarat sebab yang halal dari syarat sahnya suatu perjanjian. Para pihak dalam melaksanakan perjanjiannya tersebut tidak memperoleh persetujuan dari pihak ketiga, padahal setiap penggunaan data pribadi seseorang harus berdasarkan persetujuan dari orang yang bersangkutan. Tindakan yang dilakukan para pihak tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 31 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Data Konsumen Jasa Keuangan. Sedangkan terkait dengan pengembalian uang pinjaman kepada kreditur apabila debitur melakukan wanprestasi agar sesuai dengan keadilan distributif adalah debitur diwajibkan membayar pinjaman pokok dan bunga disertai dengan tambahan denda keterlambatan setiap harinya, sebagaimana yang sudah diperjanjikan para pihak saat pembuatan perjanjian. Hal ini perlu dilakukan vi semata-mata agar porsi hak dan kewajiban para pihak menjadi layak dan patut sesuai dengan prestasinya masing-masing dan juga agar memberikan keadilan bagi kreditur karena sebelumnya sudah menanggung kerugian akibat dari wanprestasi yang dilakukan debitur tersebut