Pengelolaan Hutan Mangrove dan Perspektif Gender: Studi Kasus di Kota Probolinggo
Main Authors: | Andhika, Arief Yudi, Prof. Dr. Drs. Abdul Hakim,, M.Si, Dr. Ir. Harsuko Riniwati,, MP. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193443/1/ARIEF%20YUDI%20ANDHIKA.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193443/ |
Daftar Isi:
- Pesatnya pembangunan di daerah pesisir, menyebabkan alih guna lahan pesisir menjadi kawasan industri, kawasan pemukiman, kawasan perdagangan, kawasan budidaya perikanan, dan kawasan mata pencaharian penduduk. Laju pembangunan tanpa pengendalian setara kelestariannya, akan menjadikan pembangunan tidak berkelanjutan. Dampak yang paling signifikan adalah degradasi lingkungan pesisir yang menyebabkan terganggunya ekosistem pesisir. Ibarat rantai ada bagian yang putus, sehingga tidak akan berfungsi lagi secara optimal. Ekosistem pesisir menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, didalamnya meliputi ekosistem terumbu karang, padang lamun, estuari dan mangrove. Penebangan hutan mangrove dan kerusakan hutan mangrove karena masuknya limbah industri ataupun rumah tangga, menjadikan hutan mangrove tidak mampu lagi melaksanakan fungsinya sebagai penyangga kehidupan wilayah pesisir. Menimbang dampak yang ditimbulkan jika kerusakan hutan mangrove dibiarkan begitu saja dan tingkat kerusakan yang terjadi saat ini, maka Pemerintah sangat concern terhadap rehabilitasi hutan mangrove, hingga menetapkan Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 4 Tahun 2017 tentang Kebijakan, Strategi, Program, dan Indikator Kinerja Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bagaimanakah implementasi peraturan perundang-undangan tersebut pada tahun 2019 ini, apakah telah berjalan efektif ataukah tidak dilaksanakan di daerah-daerah pesisir bermangrove. Bertolak dari peraturan tersebut dan hasil penelitian Yuwono, et al. (2015), yang menyatakan bahwa kerusakan hutan mangrove di Kota Probolinggo pada tahun 2010 telah mencapai 38,8%, maka penelitian ini dilakukan. Peneltian diawali dengan menganalisis kondisi eksisting pengelolaan hutan mangrove Kota Probolinggo berdasarkan implementasi peraturan terkait mangrove tersebut. Hasil penelitian menunjukkan rehabilitasi hutan mangrove Kota Probolinggo berhasil mencapai luasan 61 ha pada periode 2014-2017, realisasi ini telah melebihi target jika diturunkan dari target nasional untuk Kota Probolinggo. Ternyata hasil ini tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi ada proses yang menyertainya, yaitu dengan terbentuknya Kelompok Kerja Mangrove Daerah Kota Probolinggo sebagai implementasi dari Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2012. Pengelolaan hutan mangrove membutuhkan partisipasi semua pihak. Pengelolaan hutan mangrove akan berhasil jika didukung partisipasi pihak terkait meliputi pemerintah, swasta ataupun masyarakat, baik laki-laki ataupun perempuan, usia muda ataupun dewasa. Peningkatan partisipasi perempuan dan laki-laki dalam semua lini pembangungan merupakan implementasi dari Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kunci utama pengarusutamaan gender adalah peningkatan peran kesetaraan, dimana peran tersebut bisa dipertukarkan, sehingga laki-laki maupun perempuan dapat berperan aktif dalam pembangunan tanpa terkecuali sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Berdasarkan Surat Edaran Bersama antara Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan bahwa implementasi Pengarusutaman Gender (PUG) dilakukan melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan PPRG telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Probolinggo, dan pelaksanaannya masuk dalam kategori sangat memadai, tetapi PPRG dalam pengelolaan hutan mangrove, Kota Probolinggo masuk dalam kategori cukup memadai. PUG dalam pengelolaan hutan mangrove berdasarkan hasil sampling pada swasta dan masyarakat didapatkan kategori sangat memadai. Jika kita rata-rata antara pemerintah, swasta dan masyarakat, maka kategori PUG dalam pengelolaan hutan mangrove Kota Probolinggo termasuk memadai. Prognosis kemungkinan kondisi pengelolaan hutan mangrove yang akan datang perlu diketahui, agar dapat dipersiapkan langkah-langkah untuk mempertahankan capaian yang telah didapat sehingga pengelolaan hutan mangrove bisa berkelanjutan. Sebagai dasar prognosis, perlu diteliti bagaimanakah persepsi dan partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan hutan mangrove di Kota Probolinggo.Berdasarkan hasil penelitian, dari 1.155 sampel responden menunjukkan bahwa persepsi laki-laki dan perempuan dalam status memadai, dan partisipasi laki-laki dan perempuan dalam status cukup memadai. Kiranya hasil ini cukup menggembirakan untuk saat ini, tetapi belum ada jaminan untuk masa yang akan datang apakah tetap ataukah meningkat, mengingat pada kondisi terbaru dari hasil penelitian, diketahui bahwa Kelompok Kerja Mangrove Daerah Kota Probolinggo sebagai motor penggerak konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove Kota Probolinggo telah mati suri sejak tahun 2017. Hasil identifikasi komponen model pengelolaan hutan mangrove dengan perspektif gender didapatkan bahwa variabel kearifan lokal, persepsi, pengetahuan, informasi, komitmen, dan komunikasi mempengaruhi tingkat partisipasi dalam model pengelolan hutan mangrove dengan perspektif gender, studi kasus di Kota Probolinggo. Hasil uji signifikansi menggunakan uji Z didapatkan Z hitung lebih dari Z tabel 1,96, secara berurut didapatkan Z hitung 4,99 untuk kearifan lokal, 7,61 untuk persepsi, 9,72 untuk pengetahuan, 17,16 untuk informasi, 17,63 untuk komitmen, dan 22,59 untuk komunikasi, yang artinya kearifan lokal sedikit mempengaruhi partisipasi, persepsi dan pengetahuan cukup mempengaruhi partisipasi, informasi dan komitmen mempengaruhi partisipasi, dan komunikasi sangat mempengaruhi partisipasi untuk model pengelolaan hutan mangrove dengan perspektif gender, studi kasus di Kota Probolinggo. Hasil analisis SWOT didapatkan koordinat SWOT (-0,30;-0,02), koordinat ini menunjukkan pengelolaan hutan mangrove saat ini dalam kuadran IV, artinya pada posisi yang paling rentan, terlalu banyak kelemahan dan tantangan dalam pengelolaan hutan mangrove Kota Probolinggo. Strategi yang disarankan menggunakan strategi defensif yang diimplementasikan dengan cara melaksanakan kegiatan rutin secara persisten untuk mempertahankan kinerja yang telah ada, dan meningkatkannya secara perlahan dengan memperhatikan semua kekuatan dan peluang yang ada dan mengaktifkan kembali Kelompok Kerja Mangrove Daerah Kota Probolinggo. Aktifnya Kelompok Kerja Mangrove Daerah Kota Probolinggo mengindikasikan komitmen yang tinggi dari Pemerintah Kota Probolinggo dalam pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan. Kelompok Kerja Mangrove Daerah Kota Probolinggo bisa menjadi wadah yang strategis untuk memecahkan segala permasalahan pengelolaan hutan mangrove Kota Probolinggo. Kelompok Kerja Mangrove Daerah Kota Probolinggo bisa menjadi saluran komunikasi dan informasi keseluruhan stakeholder dalam melaksanakan kegiatan konservasi, rehabilitasi dan pemanfaatan hutan mangrove di Kota Probolinggo. Upaya awal yang disarankan untuk dilakukan Pemerintah Kota Probolinggo cq Dinas Perikanan dalam mengaktifkan kembali Kelompok Kerja Mangrove Daerah Kota Probolinggo adalah memfasilitasi pertemuan untuk komunikasi semua stakeholder terkait guna membicarakan kondisi pengelolaan hutan mangrove Kota Probolinggo saat ini. Hasil pertemuan tersebut minimal mengandung informasi terkait kondisi pengelolaan hutan mangrove Kota Probolinggo saat ini dan adanya komitmen untuk menindaklanjuti kondisi tersebut yang dituangkan dalam rencana tindak lanjut dan rencana aksi masing-masing stakeholder terkait.