Evaluasi Kualitas Biodiversitas Dan Jasa Lingkungan Pada Beberapa Kebun Brokoli (Brassica Oleracea) Organik Dan Anorganik Di Kota Batu

Main Authors: Mariantika, Lina, Dr. Endang Arisoesilaningsih,, M.S., Dr. Catur Retnaningdyah,, M.Si
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193307/1/Lina%20Mariantika.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/193307/
Daftar Isi:
  • Berkembangnya program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian membuat daerah penghasil holtikultura termasuk brokoli mengalami penurunan kualitas dan kesehatan lahan karena kerusakan fisik, kimiawi serta penurunan kualitas ekosistem. Adanya dampak negatif tersebut membuat beberapa petani beralih menuju sistem pertanian organik yang menjamin kestabilan agroekosistem, hasil panen dan lingkungan tidak terkontaminasi residu pestisida sintetik. Kota Batu mendukung program pertanian organik dan menjadikannya sebagai salah satu visi dan misi pembangunan kota. Kesepakatan Millenium Ecosystem Assessment (MEA) pada tahun 2005 telah menetapkan proses evaluasi jasa layanan ekosistem dilihat dari jasa provisioning, supporting, regulating, dan cultural dari suatu ekosistem. Sementara itu publikasi terkait evaluasi kualitas biodiversitas dan jasa lingkungan di kebun brokoli belum banyak dilakukan, sehingga penelitian terkait interaksi agroekosistem perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas biodiversitas dan jasa lingkungan di lima kebun brokoli organik dan anorganik di tiga kecamatan di Kota Batu yakni Kecamatan Bumiaji, Batu, dan Junrejo. Pada penelitian tahap pertama, di setiap lokasi penelitian dilakukan evaluasi kualitas unsur-unsur agroekosistem yaitu habitat, biodiversitas, jasa layanan lingkungan, produktivitas, dan jasa sosial. Kualitas habitat kebun brokoli dievaluasi dengan mengukur iklim mikro, bahan organik tanah, serta pH dan konduktivitas tanah dan air. Kualitas biodiversitas lahan pertanian sayur dievaluasi dengan menentukan profil stuktur komunitas, Indeks Nilai Penting (INP), indeks diversitas Shannon-Wiener (H’), dan indeks kekayaan jenis Margalef (R) refugia dan fauna tanah. Jasa layanan lingkungan dievaluasi dengan mengukur Healthy Farm Index dan melakukan Ecological Integrity Assessment. Produktivitas kebun dievaluasi dengan menentukan jumlah, berat dan kualitas produk. Jasa cultural pertanian dievaluasi dengan menyebarkan kuisioner tentang kepuasan petani dan masyarakat dan tentang estetika lahan. Keseluruhan data evaluasi tersebut diolah menjadi profil sistem pertanian kebun brokoli organik dan anorganik pada masing-masing lokasi penelitian. Selain itu, data dianalisis secara multivariat dengan menggunakan analisis biplot dan cluster. Pada penelitian tahap kedua, dibuat pemodelan interaksi antar faktor-faktor yang memengaruhi kebun brokoli di Kota Batu berdasarkan profil masing-masing lokasi menggunakan analisis Partial Least Square. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) untuk penyusunan rekomendasi untuk perbaikan sistem pengelolaan kebun brokoli di Kota Batu. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Malang diketahui bahwa terdapat variasi temporal dan spasial iklim mikro yang meliputi suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan. Rata-rata suhu udara semakin ke akhir tahun semakin menurun mendekati musim penghujan. Begitu pula dengan rata-rata ix curah hujan yang menurun pada bulan Juni karena memasuki musim kemarau. Ada perbedaan nyata kualitas fisikokimia tanah dan air irigasi pada kebun brokoli organik dan anorganik, dan ada variasi spasial yang kecil pada ketiga kecamatan. Hasil pengukuran in situ untuk kualitas fisiko-kimia tanah dan air irigasi pertanian brokoli organik dan anorganik di Kota Batu membuktikan bahwa bahan organik tanah, pH tanah dan pH air di kebun brokoli organik lebih tinggi daripada di kebun brokoli anorganik. Sebaliknya, konduktivitas tanah, konduktivitas air, dan turbiditas air irigasi lebih tinggi pada kebun brokoli anorganik. Biodiversitas refugia dan fauna tanah yang ditemukan di lahan pertanian organik lebih tinggi daripada di kebun anorganik. Hal ini ditunjukkan dari nilai H’ dan R yang lebih tinggi di lokasi lahan pertanian organik daripada di lahan pertanian anorganik. Jenis tanaman refugia di lahan pertanian organik bervariasi, misalnya Capsicum, Cymbopogon, Solanum, Brassica, dan Raphanus dengan tujuan untuk menarik musuh alami hama. Hal ini berbeda dengan tumbuhan penyangga yang ditemukan di lahan pertanian anorganik, yang sebagian besar adalah rumput liar anggota Cyperaceae dan Gramineae. Struktur komunitas fauna tanah yang ditunjukkan oleh data INP menunjukkan bahwa fauna tanah yang ditemukan di lahan pertanian organik tidak ada dominansi dari taksa tertentu. Berbeda dengan diversitas fauna di lahan pertanian anorganik yang sebagian besar didominasi oleh Famili Formicidae dan Arachnidae. Menurut Ecosystem Integrated Assessment diketahui bahwa kebun brokoli organik memiliki kualitas ekosistem yang baik yakni pada rentang nilai antara 3,1–4,1, sehingga ekosistem mampu mengendalikan gangguan yang terjadi sehingga integritas ekosistem lebih stabil. Produktivitas dan biomassa brokoli anorganik lebih tinggi daripada kebun anorganik, tetapi persentase kebusukan juga tinggi di kebun anorganik. Konsumen merasa kurang puas dengan hasil produksi pertanian brokoli organik di Kota Batu, karena kuantitas dan kualitasnya yang masih rendah. Estetika di kebun brokoli organik lebih baik, dan petani lebih puas. Dengan mengintegrasikan seluruh variabel yang ada, terlihat bahwa kebun brokoli organik di setiap kecamatan di kota Batu dicirikan oleh tingginya diversitas fauna tanah dan tumbuhan refugia, nilai indeks EIA, bahan organik tanah, pH tanah dan air, serta estetika. Sebaliknya, kebun brokoli anorganik di ketiga kecamatan di Kota Batu dicirikan oleh tingginya produktivitas, biomassa, tingkat kebusukan, konduktivitas dan turbiditas air. Sistem pertanian brokoli organik di setiap kecamatan di Kota Batu perlu konsisten dikembangkan untuk menjamin keberlanjutan lahan pertanian brokoli, dan beriringan dengan usaha mengurangi pelaksanaan sistem pertanian secara anorganik. Kebun brokoli yang berkelanjutan dapat terwujud dengan memelihara biodiversitas dan habitat, yang juga akan mendukung produktivitas dan jasa sosial kebun