Bioaktivitas Lima Minyak Atsiri Dan Nanopartikel Minyak Atsiri Cengkeh Terhadap Cryptolestes Ferrugineus Dan Tribolium Castaneum
Main Authors: | Ikawati, Silvi, Dr. Ir Toto Himawan,, MS., Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi,, MS., Dr.Agr.Sc. Hagus Tarno,, SP., MP. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/192909/1/Silvi%20Ikawati.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/192909/ |
Daftar Isi:
- Hama kumbang karat padi, Cryptolestes ferrugineus (Steph.) dan kumbang tepung, Tribolium castaneum (Herbst) adalah hama penting pada produk simpanan. Kedua hama gudang tersebut adalah hama polifag dan kosmopolitan pada sereal dan bahan simpanan lainnya. Berbagai tindakan pengendalian hama gudang dapat diterapkan, akan tetapi yang banyak digunakan adalah penggunaan insektisida kimia sintetik. Penggunaan pestisida kimia sintetik yang berulang-ulang dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, diantaranya berkembangnya resistensi, resurjensi, mempengaruhi musuh alami hama, dan cemaran lingkungan. Sehingga diperlukan alternatif pengendalian dengan produk-produk alami yang lebih ramah lingkungan, seperti penggunaan minyak atsiri sebagai insektisida nabati. Indonesia berpotensi dalam pengembangan insektisida nabati, karena terdapat banyak tumbuhan penghasil minyak atsiri. Untuk mempelajari berbagai mekanisme kerja minyak atsiri sebagai insektisida nabati, seringkali pada pengujian in vitro dan in vivo dibutuhkan waktu dan biaya yang cukup lama dan besar. Alternatif untuk hal tersebut adalah dengan pendekatan in silico atau pemodelan menggunakan teknik perhitungan- perhitungan kimia komputasi yaitu dengan molecular docking. Selain itu di dalam pengembangan minyak atsiri sebagai pestisida nabati, terdapat kelemahan terkait dengan sifat minyak atsiri sebagai bahan utamanya, dimana sangat volatil, tidak mudah larut di dalam air, dan faktor lingkungan mudah mendegradasi. Sehingga dibutuhkan formulasi yang mampu mempertahankan tingkat senyawa utama dalam jangka waktu lama, dan hal tersebut dapat dicapai melalui nanoformulasi. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengevaluasi pengaruh minyak atsiri kayu manis, jeruk purut, serai wangi, zodia dan cengkeh sebagai fumigan dan antifidan, dan juga terhadap indeks nutrisi C. ferrugineus; 2) mengevaluasi penghambatan eugenol dan trans-caryophyllene terhadap aktivitas acetylcholinesterase T. castaneum melalui molecular docking; 3) menilai potensi PEG sebagai bahan nanopartikel dalam nanoformulasi minyak cengkeh yang dibuat dengan menggunakan strategi dispersi padat, beserta karakteristik dan kestabilan formulasinya; 4) mengevaluasi bioaktivitas nanopartikel minyak cengkeh berbasis polimer terhadap C. ferrugineus dan T. castaneum. Pada tahap pertama, minyak atsiri kayu manis, jeruk purut, serai wangi, zodia, dan cengkeh diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut heksana. Selanjutnya dilakukan pengujian interaksi acetylcholinesterase T. castaneum dengan senyawa bioaktif minyak cengkeh yaitu trans-caryophylene dan eugenol melalui molecular docking. Penelitian selanjutnya, nanopartikel minyak cengkeh dibuat menggunakan strategi dispersi padat menggunakan metode fusi atau dispersi-pelelehan dengan polietilen glikol 6000 (PEG 6000) untuk membentuk sistem dispersi padat biner. Pengujian ketiga adalah uji toksisitas fumigan dan kontak nanoformulasi terhadap C. ferrugineus dan T. castaneum. Pengujian toksisitas kontak dilakukan dengan mencampurkan langsung minyak cengkeh atau nanoformulasinya dengan sampel beras. xi Pengujian dilakukan secara berkala selama 4 bulan dengan tiga kali ulangan. Untuk setiap periode, digunakan 20 ekor serangga pada setiap ulangan. Semua pengujian bioaktivitas menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Penelitian pertama menunjukkan hasil untuk toksisitas fumigan jeruk purut, serai wangi, zodia, dan minyak cengkeh; telur dan pupa lebih rentan dibandingkan dengan imago dan larva, sedangkan untuk kayu manis, pupa dan imago lebih rentan dibandingkan telur dan larva. Median Lethal Concentration (LC50) kelima minyak atsiri untuk telur, larva, pupa, dan imago berturut-turut untuk kayu manis adalah 17, 24, 9, dan 12 ppm; untuk jeruk purut adalah 12, 17, 8, dan 15 ppm; pada serai wangi 11, 22, 8, dan 14 ppm; untuk zodia 16, 22, 10 dan 20 ppm; untuk cengkeh 11, 24, 7 dan 14 ppm. Hasil pada penelitian pertama juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan toksisitas antara lima jenis minyak atsiri, yang kemudian dipilih minyak cengkeh untuk penelitian selanjutnya karena minyak cengkeh lebih mudah didapatkan dibandingkan ke-empat jenis minyak atsiri lainnya, terutama di Jawa Timur. Kelima minyak atsiri juga menunjukkan aktivitas antifidan dalam uji tanpa pilihan terhadap imago C. ferrugineus. Selain itu, kelima minyak atsiri secara signifikan mengurangi tingkat pertumbuhan (LPR), tingkat konsumsi (LKR), dan pemanfaatan pakan (EKC) imago C. ferrugineus. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelima minyak atsiri memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai insektisida nabati, terutama sebagai salah satu komponen pengendali hama gudang. Hasil docking menunjukkan senyawa trans-caryophyllene dan eugenol memiliki kekuatan ikatan lebih stabil pada enzim acetylcholinesterase T. castaneum daripada senyawa kontrol linalool. Selain itu terdapat sinergi antara eugenol dan trans-caryophylene ketika kedua senyawa berinteraksi dengan acetylcholinesterase. Hasil tersebut dapat dijadikan bahan prediksi bahwa trans- caryophyllene dan eugenol memiliki potensi sebagai inhibitor protein acetylcholinesterase T. castaneum. Hasil nanoformulasi minyak cengkeh menunjukkan nanopartikel memiliki bentuk tidak beraturan dengan dispersi yang baik. Rasio 10% adalah rasio optimal minyak cengkeh terhadap PEG yang memiliki PDI rendah, ukuran kecil, dan efisiensi pemuatan minyak cengkeh tertinggi. Rata-rata diameter nanopartikel <180 nm, dengan PDI rendah (<0,3). Untuk efisiensi enkapsulasi dapat mencapai 77%. Persentase komponen utama yaitu eugenol dan trans- caryophyllene tidak menunjukkan adanya perbedaan antara pra, pasca formulasi dan pasca penyimpanan. Setelah penyimpanan 24 minggu, ukurannya meningkat dari 179 menjadi 197 nm dan jumlah minyak cengkeh hanya berkurang sekitar 36%. Terjadi pengurangan ukuran nanopartikel setelah perlakuan pemanasan pada 40 °C selama 6 minggu dari 257 menjadi 173 nm dan tidak ada perbedaan dalam distribusi ukuran. Setelah pemanasan dan perlakuan sinar UV, kandungan eugenol pada minyak cengkeh menurun secara signifikan, sedangkan pada nanopartikel perubahan yang signifikan tidak ditemukan, hal ini menunjukkan stabilitas yang lebih baik pada nanoformulasi. Nanoformulasi tidak dapat meningkatkan toksisitas kontak minyak cengkeh pada C. ferrugineus dan T. castaneum, tetapi dapat melindungi minyak dari degradasi dan penguapan sekaligus memungkinkan pelepasan berkelanjutan selama 16 minggu penyimpanan