Rasionalisasi Kerapatan Stasiun Hujan di Sub Daerah Aliran Sungai Ngasinan Hulu Menggunakan Data Hujan Pengukuran dan Data Satelit
Main Authors: | Atika, Yumna, Prof. Dr. Ir. Lily Montarcih Limantara, M.Sc., Ir. Sri Wahyuni, S.T., M.T., Ph.D.IPM. |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2022
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/191458/1/Yumna%20Atika.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/191458/ |
Daftar Isi:
- Banjir merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, seperti pada Sub DAS Ngasinan Hulu. Bencana banjir ini menyebabkan berbagai kerugian. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan rekayasa atau perencanaan bangunan air agar dapat mengurangi kerugian yang timbul akibat kejadian banjir di Sub DAS Ngasinan Hulu. Data curah hujan merupakan data penting dalam merencanakan bangunan air. Oleh karena itu, kerapatan jaringan stasiun hujan dan jumlah stasiun hujan dalam jaringan stasiun hujan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Sub DAS Ngasinan Hulu adalah daerah pegunungan tropis mediteran dan sedang yang memiliki syarat kerapatan jaringan 100-250 km2 per stasiun hujan menurut standar WMO (World Meteorogical Organization) atau Badan Meteorologi Dunia. Saat ini Sub DAS Ngasinan Hulu memiliki 10 stasiun hujan yang persebarannya kurang merata dan efektif. Hal ini dapat menghasilkan kualitas data yang tidak bagus dan menyebabkan kekeliruan dalam merencanakan bangunan air. Data curah hujan yang digunakan dalam merencanakan bangunan air biasanya didapatkan dari stasiun hujan pengukuran. Akan tetapi sering terjadi kendala, seperti kerusakan alat ukur yang menyebabkan hilangnya beberapa data, kesalahan pembacaan data curah hujan, dan kesulitan dalam mendapatkan data curah hujan dengan cepat. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya tingkat akurasi data. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pemanfaatan satelit CHIRPS. Berdasarkan permasalahan yang terdapat pada Sub DAS Ngasinan Hulu, perlu dilakukan rasionalisasi stasiun hujan. Setelah dilakukan analisis didapatkan bahwa hasil uji kesesuaian data hujan pengukuran dan satelit CHIRPS terkoreksi dengan menghitung nilai Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE), Root Squared Error (RMSE), koefisien korelasi (r), dan kesalahan relatif (KR) dihasilkan nilai NSE untuk 10 stasiun hujan di Sub DAS Ngasinan Hulu menunjukkan hasil “Memenuhi” serta nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan hasil “Kuat” dan “Sangat Kuat”. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa data hujan pengukuran dengan satelit CHIRPS memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi serta satelit CHIRPS dapat digunakan sebagai alternatif pengganti atau pelengkap dari data yang hilang atau tidak tersedia di lapangan. Hasil evaluasi jaringan stasiun hujan existing berdasarkan standar WMO menunjukkan bahwa Sub DAS Ngasinan Hulu dengan luas sebesar 657 km2 cukup diwakilkan 6 stasiun saja sedangkan saat ini Sub DAS Ngasinan hulu memiliki 10 stasiun. Maka dari itu perlu dilakukan rasionalisasi stasiun hujan dengan metode Kagan-Rodda. Rasionalisasi stasiun hujan dengan metode Kagan-Rodda dilakukan dengan data hujan pengukuran dan satelit CHIRPS. Hasil rekomendasi rasionalisasi metode Kagan-Rodda dengan mempertimbangkan nilai Z1 (kesalahan perataan) < 10% didapatkan luas pengaruh dan sebaran stasiun hujan yang sudah cukup merata dengan menggunakan 6 stasiun hujan.