Pengaruh Pemberian Obat Anti Epilepsi Terhadap Kadar Kalsium Pada Anak Dengan Epilepsi

Main Author: Yuniardi, Arya
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/191195/1/ARYA%20YUNIARDI%20SUSATYA.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/191195/
Daftar Isi:
  • Epilepsi adalah kejang spontan dua kali atau lebih dengan jarak lebih dari 24 jam. Epilepsi membutuhkan terapi anti epilepsi jangka panjang. Sering ditemukan kegagalan terapi dan ketidakpatuhan yang disebabkan oleh efek samping dari obat anti epilepsi itu sendiri. Beberapa teori telah dapat menjelaskan hubungan antara obat anti epilepsi dan terjadinya hipokalsemia. Induksi hepar terhadap enzim sitokrom P450 memicu pada peningkatan katabolisme dari vitamin D sebagai mekanisme utama. Obat antiepilepsi yang menginduksi enzim sitokrom P450 hepatik dapat meningkatkan perubahan dari vitamin D terhadap metabolik polar tidak aktif pada mikrosom liver, menurunkan bioavailabilitas aktif dari vitamin D yang menurunkan absorbsi dari kalsium pada usus, menyebabkan hipokalsemia dan meningkatkan PTH yang bersirkulasi. Beberapa hipotesis menjelaskan hubungan antara pemberian obat anti epilepsi (OAE) terhadap kadar kalsium. Kalsium adalah salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menandakan status mineralisasi didalam tubuh baik terjadi kerusakan tulang yang disebabkan oleh gangguan metabolisme kalsium di dalam tubuh. Dalam studi ini mengkaji hubungan penggunaan obat anti epilepsi akan menurunkan kadar kalsium, dimana pemberian obat anti epilepsi lebih dari 1 tahun akan menurunkan kadar kalsium dibandingkan dengan pemberian obat anti epilepsi kurang dari 1 tahun dan politerapi akan menurunkan kadar kalsium dibandingkan dengan monoterapi. Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling didapatkan 61 penderita yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Karakteristik subjek penelitian terdiri dari rerata usia pasien anak epilepsi berdasarkan lama terapi 6 bulan – 1 tahun adalah 3,34 tahun, sedangkan berdasarkan lama terapi lebih dari 1 tahun adalah 6.09 tahun. Berdasarkan monoterapi, diperoleh rata-rata usia 5.03 tahun sedangkan politerapi diperoleh rata-rata usia 4.33 tahun. Terhadap regimen monoterapi dan politerapi dalam kadar kalsium, secara deskriptif tidak ada perbedaan kadar kalsium. Pasien dengan monoterapi menunjukkan kadar kalsium normal pada semua sampel (32/32 sampel) dan dalam politerapi yang 93,1% menunjukkan kadar kalsium normal (27/29 sampel) Dari hasil nilai p yang diperoleh menghasilkan p > 0.05 (p = 0.222) yang tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada pemberian obat anti epilepsi terhadap kadar kalsium baik pemberian monoterapi maupun politerapi. Terhadap durasi pemberian terapi OAE, secara deskriptif tidak ada perbedaan kadar kalsium antara pemberian OAE kurang dari 1 tahun dan lebih dari 1 tahun. Pada pasien dengan durasi pemberian kurang dari 1 tahun, 100% sampel menunjukan kadar kalsium yang normal. Pada durasi pemberian lebih dari 1 tahun, didapatkan 2 sampel yang mengalami hipokalsemia. Dari hasil nilai p yang diperoleh menghasilkan p > 0.05 (p = 0.238) yang menunjukkan tidak terdapat vi perbedaan yang bemakna antara kadar kalsium pada pemberian obat epilepsi lebih dari 1 tahun dibandingkan dengan kurang dari 1 tahun. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bemakna antara kadar kalsium pada pemberian obat epilepsi lebih dari 1 tahun dibandingkan dengan kurang dari 1 tahun serta tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar kalsium pada pemberian obat epilepsi secara politerapi dibandingkan monoterapi.