Daftar Isi:
  • Malaria serebral merupakan malaria berat yang disebabkan serangkaian proses cytoadherence, rosetting, autoagglutination dari eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum sehingga menyebabkan iskemik otak dan akhirnya terjadi kematian sel otak. Penggunaan terapi antimalarial yang digunakan adalah artemisin based combination therapy (ACT). Brotowali (Tinospora crispa) adalah tanaman tradisional yang mengandung zat aktif seperti berberin, tinokrisposid, dan palmatin yang diyakini dapat berperan sebagai antiparasit dan antiinflamasi. Mencit galur C57BL/6 dengan Plasmodium berghei ANKA merupakan model malaria yang memiliki karakteristik yang sama seperti malaria serebral pada manusia. Diperlukan penelitian untuk mendapatkan pemahaman baru pada patogenesis malaria serebral sehingga memungkinkan untuk memperoleh terapi baru untuk malaria serebral. Mencit C57BL/6 yang diinokulasi Plasmodium berghei, dengan melalui serangkaian proses sehingga eritrosit mencit mengandung parasit (EP/erytrocytes parasitized) dan ikut dalam aliran darah hingga timbul keadaan parasitemia. EP dapat menyebabkan obstruksi pada mikrovaskular dari otak sehingga menyebabkan turunnya oksigenasi pada otak yang menyebabkan aktivasi faktor transkripsi HIF-1α. Peningkatan aktivitas HIF-1α akan meningkatkan NF-κB. Dengan teraktivasinya NF-kB, maka akan terjadi peningkatan transkripsi sitokin proinflamasi dan iNOS. Penelitian ini untuk mengetahui efek pemberian artesunat dan ekstrak batang brotowali terhadap ekspresi HIF-1α dan iNOS pada otak mencit model malaria. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental murni (true experimental design) di laboratorium secara in vivo. Penelitian ini membagi sampel menjadi 7 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (K-) adalah kelompok mencit tanpa diinokulasi Plasmodium berghei, kelompok kontrol positif (K+) adalah kelompok mencit dengan diinokulasi Plasmodium berghei tanpa terapi, kelompok artesunat 32 mg/kgBB/hari (P1), kelompok brotowali 70 mg/kgBB/hari (P2), kelompok kombinasi artesunat dan brotowali dengan dosis 50 (P3), 60 (P4) dan 70 (P5) mg/kgBB/hari. Jumlah mencit yang digunakan masingmasing kelompok adalah 3 ekor. Setelah diinokulasi dilakukan pengukuran derajat parasitemia pada hari ke-1 hingga hari ke-7. Pada hari ke-7 dilakukan pembedahan mencit dan pengambilan sampel berupa otak lalu dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan antibodi monoklonal HIF-1α dan iNOS. Dari hasil pengamatan mencit model malaria dengan inokulasi P. berghei, uji ANOVA menunjukkan perbedaan ekspresi HIF-1α dan iNOS pada semua kelompok perlakuan. Uji Tukey menunjukkan bahwa ekspresi HIF-1α terdapat perbedaan bermakna antara P1 dengan P4 (p=0,019), P1 dengan P5 (p=0,013), P2 dengan P4 (p=0,034) dan P2 dengan P5 (p=0,023). Ekspresi iNOS tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan P1 dengan kombinasi dosis P3 (p=0,59), P4 (p=0,06) dan P5 (p=0,05). Terdapat perbedaan bermakna antara P2 dengan P4 (p=0,04) dan P2 dengan P5 (p=0,03). Uji korelasi Pearson menunjukkan korelasi negatif antara dosis brotowali terhadap ekspresi HIF-1α (r=-0,832; p=0,001), dan iNOS (r=-0,874; p=0,001). Uji korelasi menunjukkan korelasi positif antara ekspresi HIF-1α terhadap ekspresi iNOS (r=0,905; p=0,000). Terapi kombinasi artesunat dan ekstrak brotowali (Tinospora crispa) menurunkan ekspresi HIF-1α dan iNOS pada otak mencit model malaria. Kelompok kombinasi menurunkan ekspresi HIF-1α lebih baik dibandingkan terapi artesunat saja. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji apakah terapi kombinasi artesunat dan ekstrak brotowali juga memiliki efek penghambatan yang lebih bermakna pada sitokin proinflamasi lainnya selain HIF-1α dan iNOS.