Potensi Steroid Alami Tumbuhan Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia Jack) Untuk Maskulinisasi Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

Main Author: Yusuf, Noor Syarifuddin
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190742/1/Noor%20Syarifuddin%20Yusuf.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190742/
Daftar Isi:
  • Laporan hasil disertasi dengan judul “Potensi Steroid Alami Tumbuhan Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) Untuk Maskulinisasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)“ bertujuan menganalisis kandungan senyawa bioaktif steroid dari bagian tumbuhan Pasak Bumi untuk mendapatkan pelarut, metode ekstraksi yang menghasilkan steroid tertinggi, mengisolasi stigmasterol dari bagian tumbuhan pasak bumi yang memiliki kandungan steroid tertinggi dan menganalisis performa ekstrak steroid dan ekstrak kolom stigmasterol tumbuhan Pasak Bumi pada maskulinisasi ikan Nila. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan dengan perincian sebagai berikut: Tahapan Pertama. Melakukan analisis dan karakterisasi senyawa aktif tumbuhan Pasak Bumi yang diawali dengan penyiapan bahan baku bagian tumbuhan Pasak Bumi berupa akar, batang, kulit, daun dan ranting berbentuk serbuk halus atau tepung (Powder). Pengujian proximat untuk mengetahui persentase kandungan protein, lemak, air , karbohidrat dan kadar abu. Pengujian fitokimia bagian tumbuhan Pasak Bumi secara kualitatif dengan menganalisis golongan senyawa alkaloid, flavanoid, saponin, terpenoid, polifenol dan steroid pada bagian akar, batang, kulit, daun dan ranting. Analisis kandungan senyawa bioaktif steroid dari bagian tumbuhan Pasak Bumi memperlihatkan efektivitas metode pengekstraksi pada bagian tumbuhan Pasak Bumi adalah akar yang direflux dengan pelarut metanol (rendemen 9,22%), ranting yang disoklet dengan pelarut metanol (rendemen 6,09%), batang yang direflux dengan pelarut metanol (rendemen 4,30%), daun yang direflux dengan pelarut metanol (rendemen 3,87%) dan kulit yang disoklet dengan pelarut metanol (rendemen 3,37%). Berdasarkan analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak metanol, kloroform, aseton dari daun, ranting, kulit, batang dan akar tumbuhan Pasak Bumi yang dibandingkan terhadap kedua senyawa standar (stigmasterol dan testosteron) dan analisis data ekstrak yang dihasilkan dengan variasi metode ekstraksi (maserasi, sokletasi dan reflux) dengan variasi pelarut (metanol, aseton, kloroform, kloroformmetanol (1:1)) dapat dijelaskan bahwa dari kedua senyawa target stigmasterol dan testosteron, hanya stigmasterol yang teridentifikasi pada bagian daun, ranting, kulit, batang dan akar sedangkan testosteron tidak teridentifikasi pada kelima bagian tumbuhan Pasak Bumi tersebut. Tahapan Kedua. Mengisolasi stigmasterol dari bagian tumbuhan Pasak Bumi yang memiliki rendemen ekstrak tertinggi dan kandungan steroid tertinggi yaitu bagian akar. Pemisahan ekstrak metanol akar tumbuhan Pasak Bumi dilakukan dengan metode kromatografi kolom untuk mendapatkan kristal stigmasterol, dari 1.095 gram total sampel tepung akar pasak bumi dihasilkan ekstrak metanol sebanyak 54,98 gram dengan persentase massa ekstrak rata-rata sebesar 4,93 % tepung akar pasak bumi. Stigmasterol sebanyak 590,1 mg dengan persentase stigmasterol total dalam ekstrak metanol sebesar 5,40 % dan rata-rata persentase stigmasterol dalam akar tumbuhan pasak bumi adalah 1,35 %. Penentuan struktur kimia menggunakan spektrometer FTIR menunjukkan bahwa isolat merupakan senyawa steroid dengan gugus fungsi OH, C=C nonkonjugasi, C-O, dan C-H serta memiliki massa molekul m/z 396. Data interpretasi menunjukkan kemiripan dengan senyawa sterol. xii GC-MS Ekstrak metanol akar tumbuhan Pasak Bumi ditemukan 31 jenis senyawa. Persentase kandungan senyawa berkisar antara 0,93% sampai dengan 10,39% dan terdapat 5 jenis senyawa yang tidak diketahui namanya. Kandungan senyawa stigmasterol dalam ekstrak metanol yang di uji sebanyak 5,97%. Jenis steroid lainnya berupa sitosterol sebanyak 3,22%; senyawa spinasteron sebanyak 4,62% dan sebanyak 1,12% senyawa estratriennol sedangkan pengujian melalui GC-MS ekstrak kolom stigmasterol akar tumbuhan Pasak Bumi memperlihatkan ekstrak kolom yang dihasilkan masih belum sepenuhnya senyawa stigmasterol. Sebanyak 15 jenis senyawa yang teridentifikasi. Persentase senyawa Stigmasterol hanya sebesar 32,82%. Senyawa lainya yang tergolong tinggi dari jenis steroid adalah Beta sitosterol 23,41% dan Kampesterol sebanyak 13,21%. Jenis steroid lainnya yang teridentifikasi adalah Spinastenon sebesar 2,1%; Sitostenon sebesar 1,27%;Stimastenon sebanyak 0,96% dan terdapat satu senyawa yang tidak teridentifikasi sebesar 0,9%. Pengujian LC-MS/MS dari 22 jenis asam amino yang di analisis hanya teridentifikasi sebanyak 19 jenis asam amino pada ekstrak metanol akar tumbuhan Pasak Bumi. Jumlah Arginin sebesar 2.360 mg/kg, Asam glutamat sebesar 1.230 mg/kg, Prolin sebesar 802 mg/kg, Asam aspartat 633 mg/kg dan lainnya sementara pada ekstrak kolom Stigmasterol hanya teridentifikasi 2 jenis asam amino yaitu Serin sebesar 0,42 mg/kg dan Fenil alanin sebesar 0,27 mg/kg. Tahapan Ketiga. Persentase Jantan. Maskulinisasi ikan Nila menggunakan ekstrak metanol (EPB) dan ekstrak kolom stigmasterol (SPB) akar tumbuhan pasak bumi dengan analisis anova menunjukkan pengaruh pada persentase Jantan (P<0,05). EPB melalui pakan menghasilkan persentase jantan (80,36% - 82,10%) lebih tinggi dari EPB melalui perendaman (72,66% - 76,36%) sedangkan persentase jantan SPB melalui peredaman (65,82% - 67,14%) memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan SPB melalui pakan (63,92% - 66,97%). Persentase jantan menggunakan 17α-Metil testosteron (MT) baik melalui perendaman (83,99%) dan melalui pakan (88,53%) masih lebih lebih tinggi dibandingkan pemberian EPB dan SPB. Persentase Interseks. Analisis Anova menunjukkan pengaruh pada interseks Ikan Nila (p<0,05). Ikan nila yang yang tidak diberikan hormon (kontrol negatip) tidak tejadi fenomena interseks (0%) tetapi EPB melalui perendaman interseks yang terjadi (7,83% - 9,99%), EPB melalui pakan (6,71% - 6,96%), SPB melalui perendaman (7,13% - 10,36%) dan SPB melalui pakan (7,38% - 9,76%). Terlihat kecenderungan fenomena interseks lebih tinggi terjadi melalui perendaman dibandingkan melalui pakan. Kelangsungan hidup. Analisis anova menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan (p>0,05), kecuali pemberian EPB melalui pakan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup (p<0,05). Kelangsungan hidup ikan Nila dengan pemberian EPB melalui pakan (86,00% - 88,67%), EPB melalui perendaman (80,67% - 85,33%), SPB melalui pakan (80,67% - 82,67%) dan SPB melaui rendam (82,00% - 84,00%). Kecenderungan data memperlihatkan pemberian EPB baik melalui perendaman maupun lewat pakan menunjukkan kisaran nilai kelansungan hidup ikan nila yang lebih tinggi. Persentase Laju Pertumbuhan Harian (SGP). Analis anova memperlihatkan pemberian EPB berpengaruh pada persentase laju pertumbuhan harian (SGP) (p<0,05) sedang pemberian SPB tidak berpengaruh (p>0,05). SGP pemberian EPB melalui pakan (0,156% - 0,162%), pemberian EPB melalui perendaman (0,134% - 0,150%), pemberian SPB melalui pakan (0,127% - 0,129%) dan pemberian SPB melalui perendaman (0,125% - 0,127%). EPB memperlihatkan kecenderungan SGP lebih tinggi dibandingkankan SPB dan EPB melalui pakan menunjukkan SGP yang lebih tinggi dibandingkan EPB melalui perendaman, SPB melalui pakan dan SPB melalui rendam. SGP melalui pakan cenderung lebih tinggi dibandingkan SGP melalui perendaman. Pertumbuhan Mutlak atau Pertambahan Berat (gram). Analis anova memperlihatkan pemberian EPB berpengaruh pada pertambahan berat (gram) (p<0,05) sedang pemberian SPB tidak berpengaruh (p>0,05). Pertambahan berat pemberian EPB melalui pakan (9,35 gram – 9,65 gram), pemberian EPB melalui perendaman (8,07 gram – 9,02 gram), pemberian SPB melalui pakan (7,67 gram – 7,73 gram) dan pemberian xiii SPB melalui perendaman (7,49 gram – 7,60 gram). EPB memperlihatkan pertambahan berat lebih besar dibandingkankan SPB dan EPB melalui pakan menunjukkan SGP yang lebih tinggi dibandingkan EPB melalui perendaman, SPB melalui pakan dan SPB melalui rendam. Secara umum pertambahan berat melalui pakan lebih tinggi dari pemberian melalui perendaman. Gambaran histologi. Semua perlakuan menunjukkan adanya perkembangan pada diameter tubulus seminiferus gonad ikan Nila. Gambaran histologi perlakuan yang menerima hormon, perkembangan diameter terlihat lebih cepat (besar) dibandingkan dengan tanpa hormon atau perlakuan kontrol negatip. Profil hormon testosteron. Semua ikan nila yang digunakan telah memiliki testosteron alamiah di dalam tubuhnya yang terlihat dari data ikan yang digunakan sebelum perendaman dan sebelum pemberian pakan memperlihatkan keberadaan hormon. Terdapat perbedaan pola antara perendaman dengan yang melalui pakan. Melalui perendaman hormon testosteron melonjak drastis (H-0) kemudian turun secara Fluktuatif hinga (H-60) sedangkan melalui pakan, hormon testosteron dari (H-0) meningkat hingga (H-15) kemudian turun secara fluktuatif hingga (H-60).