Eksistensi Modal Sosial Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Pedesaan(Studi pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Pekutatan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana-Bali)

Main Authors: Sundarianingsih, Pera, Prof. Dr. Khusnul Ashar,, SE., MA, Putu Mahardika Adi Saputra, SE.,M.Si., Ph.D.,
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190696/1/Pera%20Sundarianingsih.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190696/
Daftar Isi:
  • Pembangunan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari permasalahan mengenai kemiskinan. Di Bali, pengentasan kemiskinan tidak hanya dilakukan melalui peran-peran pemangku kebijakan (pemerintah), tetapi juga keterlibatan masyarakat Bali yang terjalin dalam komunitas sosial. Provinsi Bali memiliki 2 (dua) pemerintahan desa yang berjalan dan beriringan saling melengkapi yaitu desa dinas sebagai wujud dari perpanjangan tangan pemerintah terhadap administratif penduduknya, dan desa adat (desa pakraman) yang merupakan kelompok masyarakat adat Hindu Bali dimana tatanan kehidupan masyarakat (krama) diatur dalam peraturan adat (awig-awgi). Tujuan keterlibatan desa adat merupakan suatu cara desa adat dalam menggali sumber pendapatan berdasarkan potensi yang dimiliki untuk dapat di kembangkan secara mandiri. Wujud keterlibatan desa adat dalam bidang ekonomi salah satunya adalah melalui pendirian Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD merupakan lembaga keuangan tingkat desa yang kepemilikannya sangat erat terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat hindu di Bali. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keberadaan modal sosial didalam masyarakat melalui Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat pekutatan sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Hasil dari penelitian ini adalah melalui aktivitas kegiatan LPD, Modal sosial dapat berkembang dan dimanfaatkan secara positif oleh masyarakat. Melalui unsur modal sosial yang terbangun antara LPD dan nasabah maka akan mampu meningkatkan aset/ekonomi nasabah, hal ini diterapkan ke dalam tiga unsur modal sosial norm, trust, network. Modal sosial sosial norm (norma) berupa awig-awig merupakan seperangkat peraturan yang diharapkan dapat dipatuh bersama oleh nasabah sehingga berimplikasi bahwa mampu meningkatkan kedisiplinan nasabah dalam memenuhi kewajiban bayar (kredit), dengan demikian kedisiplinan tersebut dapat memacu nasabah untuk lebih produktif dalam mengelola pinjamannya. Modal sosial kepercayaan juga mampu meminimalisir biaya dalam melakukan kontrak pinjaman sedangkan jejaring sosial dilandasi dari sikap saling mempercayai antara LPD dengan nasabah sehingga memudahkan masyarakat khususnya nasabah dalam menjangkau lembaga keuangan yaitu LPD. Tipe modal sosial bonding, bridging dan lingking memiliki interaksi tidak hanya secara horisontal tetapi juga vertikal. Modal sosial bonding berlandaskan prinsip menyamabraya (kekeluargaan) yaitu dengan menerapkan aturan main dalam setiap peminjaman kredit di LPD, bahwa harus mengikutsertakan anggota kelompok masyarakat lokal (adat) sebagai penjamin dalam transaksi kreditnya sehingga hubungan interaksi ini direfleksikan dalam fleksibilitas kontrak pinjaman LPD. Modal sosial bridging dapat dilihat dari interaksi yang terjalin antara LPD dengan desa adat melalui kegiatan kontribusi yang diberikan berupa 20% dana pembangunan desa adat dan 5% dana sosial. Sedangkan modal sosial linking sebagai hubungan vertikal yang terlihat dalam lingkungan kelembagaan yaitu keberadaan dari institusi formal (pemerintah) dan institusi informal (desa adat) bekerjasama dalam menjaga dan mengatur keajegan dan kearifan lokal dalam komunitas masyarakat hindu bali (krama desa pakraman) melalui Lembaga Perkreditan Desa (LPD).