Keseimbangan Pajak Atas Perbedaan Tarif Pajak Antara Pajak Penghasilan Final “dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dalam Jual Beli Ditinjau Dari Asas Keadilan”

Main Authors: Mahendra, Zulfikar Jehan, Lutfi Effendi, S.H., M.Hum., Amelia Ayu Paramitha, S.H., M.H
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190641/1/Zulfikar%20Jehan%20Mahendra.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/190641/
Daftar Isi:
  • “Latar belakang penulisan skripsi ini bermula dari pandangan penulis terhadap eksistensi bentuk keadilan terhadap pembebanan pajak melalui tariff pajak yang timbul dalam satu perbuatan hukum yaitu melalui jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak tersebut berupa Pajak Penghasilan (pph) Final atas peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan Bea Peroelhan Hak Atas Tanah dan bangunan. Pembebanan pajak yang timbul akibat dari peralihan hak atas tanah dan bangunan, memiliki perbedaan atas komposisi beban pajaknya. Melihat dari dasar pengaturannya, Pajak Penghasilan (PPh) Final atas penghasilan dari peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib pajak dibebankan dengan tariff pajaknya sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Berdasarkan keadaan ini, penentuan beban pajak bagi wajib pajak (penjual) dari Pajak Penghasilan (PPh) Final atas penghasilan dari peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, besaran kewajiban pajaknya adalah sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari harga penjualan atau harga transaksi atas peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli. Sedangkan, pembebanan kewajiban tariff pajak bagi wajib pajak (pembeli) melalui Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan melalui jual beli hak atas tanah dan atau bangunan sebesar 5% (lima persen) dari harga transaksi atau dari jumlah uang yang mereka keluarkan untuk membeli obyek pajak tersebut yang sudah dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) sebesar Rp. 60.000.000 untuk setiap wajib pajak (pembeli).” vii Berangkat dari permasalahan tersebut, pada akhirnya penulis menarik 2 (dua) rumusan masalah yang digunakan sebagai batasan dalam penelitian penulis. Adapun rumusan masalah tersebut, yakni: “1) Apa alasan atas adanya perbedaan pengaturan besaran tariff pajak antara Pajak Penghasian (PPH) Final dengan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan? dan 2) Bagaimana seharusnya pengaturan atas penetapan tariff pajak atas Pajak Penghasilan (PPH) Final dengan pengaturan atas penetapan tariff Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang dtinjau dari asas keadilan?” Adapun penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatife serta menggunakan pendekatan historis (historical approach ), pendekatan undang-undang (statute approach ), dan pendekatan konseptual (conceptual approach ). “Sumber bahan hukum penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari bahan-bahan hukum primer yang terdiri dari perundang-undangan dan bahan-bahan hukum skunder yang berupa semua publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum.” “Dari adanya analisis yang dilakukan oleh penulis atas permasalahan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwasannya terkait alasan adanya perbedaan pengaturan besaran tariff pajak antara Pajak Penghasilan Final dengan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena adanya kepentingankepentingan pada umumnya.” Kepentingan-kepentingan tersebut memiliki tujuan yang sama dengan sistem yang berbeda. “kepentingan dalam menentukaan tariff Pajak Penghasilan Final sebesar 2.5% ditujukan untuk memenuhi kesadaran wajib pajak serta mempermudah wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dalam Pajak Penghasilan Final atas penghasilan dari peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli. Sedangkan dalam kepentingan penetapan tariff dalam Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan, difungsinkan dengan memanfaatkan Pasal 88 Undang-Undang Nomoer 28 Tahun 2209 tebtang Pajak Daera dan Retribusi Daerah sebagaimana sesuai dengan aturan perundang-undangan yang mengatur sevcara maksismum dalam menetapkan tariff pajaknya.” Hak ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan otonomi daerah dalam pemenuhan kebutuhan daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah dan kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Berangkat dari adanya kepentingankepentingan tersebut, guna mewujudkan bentuk keadilan dalam sistem viii perpajakan atas pajak yang timbul dari satu perbuatan hukum melalui jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan, asas keadilan (equality ) merupakan acuan yang sangat ideal bagi keadilan ssistem perpajakan pajak yang timbul dari satu perbuatan hukum melalui jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan melalui menyamakan besaran tariff pajak yang sama untuk mewujudkan unsur keadilan walau beban pajak antara wajib pajak berbeda jumlah pajak terutangnya. Maka dengan ini, bentuk keadilan akan mewujudkan bagi kedua belah pihak (wajib pajak) melalui persamaan beban tariff dalam pajak yang timbul dari satu perbuatan hukum melalui jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan.